***
“Ya gitulah.”jawab Riko santai. Tak mungkin ia menceritakan semuanya “Waktu itu gue ketemu Ify disini, dia lagi nengok sodaranya, dan…dia liat gue keluar dari ruang khemo…ya gitu…”lanjutnya.
. Lalu ia kembali menatap Ify yang kini tersenyum.
“Stadium berapa Ko?”tanya Riko kini.
“Akhir.”
“Terus lo kenapa bisa disini? Kumat tiba-tiba? Gimana ceritanya?”Rio membujuk Riko untuk menceritakan semuanya. Riko mengangguk.
Riko menceritakan semuanya sampai akhirnya dia jatuh, tdia tidak menceritakan bagaimana dia bisa sampai dirumah sakit. Karena dia sediri tidak mengetahuinya. Sebenarnya ketika Riko terjatuh, Keke baru saja
pulang dari rumah Aren yang bertetanggan dengan Shilla, dan menemukan Riko
sudah tergeletak. Jadilah Keke langsung menghubungi Mamahnya dan membawa Riko
ke rumah sakit. Tapi, Riko tidak menceritakan bahwa rencananya adalah untuk
menembak Shilla. Semuanya mengangguk, mengerti.
“Lo khemo kan Ko?”Iel kini yang bertanya.
“Iyalah. Kalau kagak gue udah mati dari kemaren kali.”
“Hussh!” Via memperingati Riko agar tidak bicara sembarangan, Riko lalu nyengir.
“Umur….lo………”Rio mengataknnya dengan sangat berhati-hati, Ify yang ada disebelah Ify meninju pelan lengan Rio.
Riko terkekeh, “umur gue? Kata dokter sih ni kanker udah parah dan tinggal nunggu kalau kalau ada yang mau donorin, tapi jaman begini, mana ada sih orang yang rela gitu aja ngedonorin hatinya buat
gue?”jelas Riko. Pedih hatinya saat menjelaskan ini semua. Dia sadar, cepat
atau lambat sahabat-sahabatnya juga harus tau. Riko melirik sekilas ke arah
Shilla yang sedari tadi berdiri di sebelah ranjangnya, menunduk, menahan bening
dari sudut matanya.
“Yah umur kan udah ada yang ngatur Ko, santai aja lah. lo masih punya kita yang selalu ada dan nerima lo apa adanya.”timpal Iel seraya tersenyum dan disetujui oleh
semuanya melalui anggukan kecil.
Riko mengangguk dan tersenyum ke arah Iel, “thanks Yel semangatnya.”
Iel mengangguk,”ini gunanya sahabat.”
Riko tersenyum lalu menoleh ke arah Shilla, “Shil, kok dari tadi diem aja? Nunduk mulu gak pegel?”ujar Riko yang membuat Shilla gelagapan. Ify, Rio, Iel, dan Via hanya
tersenyum melihat Shilla yang sedikit melting.
Shilla mengangkat wajahnya dan berusaha mengukir senyum di wajahnya, “Ah engga ko, gimana keadaan lo? Mendingan?” nada Shilla sedikit bergemetar, mungkin masih sedikit kaget dengan sapaan Riko.
“Alhamdulillah udah lumayan lah.”jawab Riko “eh ya, kalian pada tau dari mana gue disini?”tanyanya lalu menatap wajah teman-temannya satu persatu.
“Si Deva gue suruh nanya ke Keke, terus Keke bilang ke Deva kalau lo disini. Jadi….kita kesini sekalian ngejenguk lo lah.” Iel menjelaskan sejujurnya kepada Riko. Riko mengangguk mengerti.
Semuanya pun larut dalam obrolah. Ada candaan di setiap percakapan. Shilla sudah bisa mengendalikan emosinya dan bersikap biasa saja kepada Riko seolah ‘rencana penembakan gagal’ itu hanyalah angin lalu. Rio pun sahut menyahut ketika mereka sedang bercanda. Ify
pun menghela nafas karena rahasianya tidak terbongkar secepat Riko. Via dan Iel
pun ikut terlarut dalam obrolah sahabat-sahabatnya itu.
***
Hari berjalan dengan cepat secepat angin yang berhembus dari Australia menuju Indonesia
(nah loh? Emang iya? Maaf kalau gue sotoy) . Riko telah pulih dari kedaannya
dan kini ia sudah bisa melakukan kegiatan sehari-harinya. Ify dan Via sibuk
mempersiapkan diri karena esok mereka akan test RSBI SMA. Mereka membaca ulang
semua materi yang guru-guru pernah ajarkan kepada mereka selama ini. Berharap
apa yang mereka pelajari akan keluar dalam soal test.
Karena Ify dan Via test SMA, otomatis mereka tidak masuk sekolah. Ahasil ke-empat sahabatnya yang lain pun memutuskan untuk tidak masuk sekolah. Bukan bolos, karena mereka pun sudah bebas untuk ke sekolah.
Lagian, mereka pun memperhatikan kondisi Riko yang baru pulang dari rumah
sakit.
Akhirnya Via dan Ify pun selesai test RSBI SMA. Ada rasa pesimis yang tertanam dalam diri mereka setelah mendapati soal-soal test yang…ew….sama sekali berbeda dari apa yang mereka perkirakan. Ify dan Via hanya menunggu
keajaiban. Keajaiban akan jawaban mereka yang hitung kancing adalah jawaban
yang benar.
Test SMA terlaksana mulai dari hari Senin hingga Rabu. Rencananya Ify dan Via akan kembali bersekolah pada hari Kamis ini. Tapi setelah menghubungi sahabatnya yang lain, mereka sama-sama malas untuk
berangkat sekolah. Karena di sekolah pun mereka tidak akan belajar, sekedar
berkumpul. Via sebenarnya sedikit bosan, itu artinya dia akan diam di rumah
selama 4 hari ke depan hingga hari Senin tiba. Dan dia juga harus siap mental jikalau
Kakaknya mulai mengata-ngatainya lagi.
***
Hari senin pun tiba. Ke-enam sahabat itu telah sepakat untuk datang ke sekolah. sejujurnya mereka rindu karena telah satu Minggu tidak bertemu. Kecuali Rio, karena dia masih suka mengantar Ify untuk
khemoterapy.
Jam 8 mereka sudah sampai dan berkumpul di kantin. Keadaan sekolah luamayan ramai karena anak kelas 7 dan 8 tidak libur, mereka masih belajar seperi biasa. Anak kelas 9 pun banyak yang datang, untuk sekedar
bertemu teman yang lainnya. Ify asik mengunyah rotinya, Rio yang duduk
disebelah ify sibuk memainkan BB nya, Shilla duduk berhadapan dengan Riko
mengobrol enteng, Via sendiri sibuk memakan nasi goreng yang adi dia bawa dari
rumah, sedangkan Iel yang duduk di apit oleh Shilla dan Via hanya diam.
“Ah bete, pada sibuk sendiri.”celetuk Iel di tengah kesunyian. Via sedikit tersedak karena ucapan Iel yang mengagetkannya, lalu ia maninju pelan lengan Iel, Iel hanya tekekeh. Riko dan Shilla menoleh
kearah Iel lalu terkekeh, sedangkan Ify dan Rio
kompak angkat bahu.
“Bakar nih sekolah, rame dah.”ujar Rio jayus yang disambut dengan toyoran manis ala Riko (?).
“Lagian nih pada sibuk sendiri, dari tadi gue cengo……aja.”timpal Iel, kesal.
“Eh kalian yang pada test SMA begimana soalnye? Bisa kaga?” akhirnya Riko memulai suatu topik percakapan.
Via memegangi kepalanya sendiri, seolah tak ingin membahas itu lagi, “Wah Ko, jangan bikin gue inget itu lagi.”katanya lalu menutup tempat bekalnya yang isinya sudah habis.
“Gue apa lagi……gigit jari deh gue.”timpal Ify santai setelah menelan rotinya.
“Emang susah yah?”tanya Shilla polos.
Via dan Ify kompakan menjawab, “susah banget!!!!!!”
“Optimis dong.”sahut Rio sedikit memberi semangat, lalu mulai membuka ciki nya.
“Gimana mau optimis, jujur nih, usaha gue buat masuk SMA itu dikit baget, jadi kalau gagal juga normal.”kata Via santai, Ify mengangguk.
“Percaya gak percaya gue ngerjain soal IPA sampe nangis.”tambah ify.
“Gila! Lebay banget lo.”komentar Iel pada Ify lalu terkekeh. Ify menjulurkan lidah.
“Emang bener Yel, sumpedah!”
“Tawakal ajalah Fy, iyaga?”ujar Via.
“Kalau gak masuk berarti bukan jodohnya, kalau masuk ya emang jodoh kalian.”sahut Shilla diplomatis yang dijawab oleh acungan jempol kelima sahabatnya yang lain.
Mereka pun melanjutkan obrolan ringan mereka layaknya saabat-sahabat lainnya. Tak ada pembicaraan yang serius, semua diselingi dengan tawa mereka yang renyah.
***
Dari sepulang sekolah tadi, Shilla tak sabar ingin cepat-cepat jam 4. menyesal karena tadi di sekolah hanya sampai jam 11. harusnya tadi di sekolah yang lama, kalau kumpul kan waktu gak kerasa, lah kalau gini?
Sendirian, nunggu sejam berasa nunggu sehari….dumel Shilla dalam hati ketika
dia sedang membaca-baca majalahnya di ruang Tv . Sebenarnya jam 4 ini dia akan
jalan bersama Riko. Entah ada angin apa, dan memang sudah lumayan lama Riko
tidak mengajak Shilla jalan. Tadi sekitar jam setengah 1 Shilla dikirimi SMS
oleh Riko yang mengajaknya main di Timezone seperti kala itu. Tanpa pikir
panjang, Shilla meng-iya-kan ajakan Riko.
Shilla memtar-mutar Channel TV nya. Berusaha menemukan acara yang bagus. Tapi gagal. Acara yang disajikan oleh televisi tak jauh hanya kasus Ariel-Luna-Cuta Tari. Etdah……bosen gue nonton mereka bertiga
mulu yang nongol….batin Shilla. Akhirnya Shilla pun memutuskan untuk tidur
barang satujam, toh sekarang masih jam 1, dan Riko akan menjemputnya jam 4.
Shilla baru bangun dari tidur siangnya yang sangat nyenyak, lalu menggeliat di atas sofa ruang Tv nya. Mamahnya yang berada di meja makan, melihat kelakuan Shilla hanya menggeleng-gelengkan kepala lalu
masuk ke dalam kamarnya. Shilla mengerjap-ngerjapkan matanya. Sinar lampu cukup
membuatnya silau. Diliriknya jam yang tepat berada di dinding hadapannya, jam
3…. Shilla berusaha mengumpulkan nyawa. Dia mendudukan tubuhnya lalu meraih HP
nya yang tergoler di meja depan sofa. Hanya ada SMS dari operator….lama lama
gue pacarin nih operator, tiap hari sms mulu….
Shilla sudah selesai mandi, dan bersiap-siap. Kini ia tingggal memakai sepatu flat nya yang berwarna coklat. Sekarang sudah jam 4 kurang 5 menit. Tadi, jam setengah 4, Riko mengiriminya SMS lag, sekedar
mengingatkan bahwa jam 4 ia akan menjemputnya. Kini Shilla sedang duduk di
ruang Tv, memakai sepatunya. Tak lama kemudian, bunyi mesin motor Riko
berbunyi, Shilla ingat betul bunyi mesin itu. Bergantian dengan itu, bunyi bell
ruamh kini yang berbunyi. Cepat-cepat Via membukakan pintu, walaupun keadannya
masih memakai sepatu sebelah.
“Eh Riko.”sapa Shilla pura-pura kaget dengan kehadiran Riko setelah dia membuka lebar pintu rumahnya.
“Udah siap kan Shil?”kata Riko lalu tersenyum, “Eh itu, lo kok Cuma pake sepatu sebelah?”lanjutnya setelah melihat keadaan kaki Shilla.
Shilla mengintip kakinya lalu tersenyum ke arah Riko, “hehe tadi buru-buru bukain pintu, kirain orang penting.”jawab Shilla asal, “masuk dulu Ko”katanya lagi yang diiringi anggukan kecil dari Riko.
Shilla mempersilahkan Riko untuk duduk di ruang tamunya, sedangkan ia sendiri
melanjutnka memakai sepatu dan mencangklong asal tas tangannya.
“Izin dulu sama nyokap lo.”kata Riko setelah Shilla beres dan menghampirinya.
Shilla mengangguk lalu berjalan menuju kamar Mamahnya. Tak lama ia datang bersama Mamahnya, Mamahnya tersenyum melihat kedatangan Riko , “Riko yah?”sapa Mamah Shilla ramah.
Riko mendekati Mamah Silla lalu bersalaman dengannya, “Iya tante. Shilla nya saya pinjem dulu yah.”ujar Riko sopan seraya tersenyum.
“Iya…ati-ati yah…pulangnya jangan sampe lecet yah…”jawab Mamahnya diseligi candaan. Riko mengangguk. Shilla dan Riko pun akhirnya pamitan.
Tempat bermain Timezone seakan menjadi saksi bisu dimana derai tawa dari sepasang insan muda itu. Mereka sangat menikmati hari itu. Candaan selalu terlontar dari mulut mereka. Permainan tak mereka mainkan
secara serius, hanya untuk hiburan. Shilla dan Riko sangat menikmati keadaan
seperti ini. Menyenangkan. Melupakan segala beban yang ada. Mereka bersama-sama
bermain.
Setelah 3 jam bermain di timezone, Shilla dan Riko kelelahan. Shilla juga mengingtakan untuk selalu menjaga keadannya. Riko akhirnya mengajak Shilla mengakhiri bermainnya dan melanjutkan untuk makan di
café yang cukup cozy di mall itu. Shilla hanya menurut. Tanpa Riko sadari,
ketika ia dan Shla akan menuju ke sebuah café, tangan Riko menarik pergelangan
Shilla.
“Ehm…tangan gue Ko.”ujar Shilla,sedikit malu, ketika dia dan Riko akan duduk di café itu.
Riko melepaskan genggamannya dari tangan Shilla dengan cepat lalu menggaruk belakang kepalanya yang tak gatal, “sorry Shil, gak sengaja.”ujarnya.
“Santai lah.”jawab Shilla setelah berhasil duduk di hadapan Riko, seraya tersenym. Lalu waitress pun menghampiri mereka, mereka pun memesan beberapa makanan dan minuman. Selagi menunggu pesanan, mereka hanya
berdiaman, sampai akhirnya mereka memakan pesanan mereka, Riko baru bersuara
“Shil.”desis Riko pelan setelah berhasil menelan lembut steak tenderloin nya.
Shilla mengangkat wajah lalu menghirup Jus Jeruknya, “kenapa Ko?”
Riko meminum pelan Lemon tea nya, berusaha mengumpulkan tenaga, “lo…gak ngerasa aneh gitu…jala sama cowok lemah kayak gue? Cowok penyakitan….”tanyanya berhati hati sembari mengernyitkan keningnya.
Shilla mengunyah dan menelan beef burger terakhirnya dengan cepat, “ngapain haru aneh Ko?”ujarnya lalu meminum lagi Jus Jeruknya.
“Ya…gue kan cuma cowok lemah gitu. Penyakitan…umur gue gak lama lagi….”kata Riko berusaha santai saat mengucapkan itu padahal sebenarnya hatinya miris sendiri
mengucapkan hal itu.
“Stop Ko Stop! Gue gak mau ngebahas umur lo atau penyakit lo. Menurut gue ini emang udah takdirnya, dan ya…mau gak percaya segimanapun tapi tetep ini yang terjadi…sebagai sahabat yang baik gue bukan
type pemilih sahabat yang pas gue tau lo penyakitan gue ninggalin lo…dan
disitulah dimana persahabatan kita diuji. Gue yakin, dalam kondisi lo yang kaya
gini yang lo butuhin support dari orang-orang terdekat lo, Cuma mereka yang
bisa ngebangkitin semangat lo, dan salah satu dari mereka itu gue Ko. Gue
terima semuanya Ko.”ucap Shilla panjang lebar. Mengungkapkan segalanya yang ada
di benaknya untuk Riko. Untuk sahabatnya,yang paling ia sayangi.
Riko terhenyak mendengar ucapan Shilla yang sangat bijak, sesaat ia menunduk lalu menatap Shilla dalam-dalam, “itu kalau posisi lo sebagai sahabat? Apa lo mau kalau posisi lo lebih dari sahabat?” entah benar
atau tidak kondisi atau caranya, Riko hanya mengeluarkan ucapan yang terlintas
di otaknya. Ia harap ucapannya membuat Shilla mengerti sehingga ia tidak perlu
memutar-mutar otak untuk menemukan kata yang lebih ‘oke’.
“Maksud lo…..posisi yang lebih dari sahabat….?”tanya Shilla. Sesungguhnya dia masih tidak percaya dengan ucapan Riko tadi. Dia hanya tak ingin salah tanggap, maka dari itu ia menanyakan
langsung kepada Riko.
Riko menghela nafas “lo mau gak jadi cewek gue?”ujar Riko spontan yang membuat jantung Shilla berdebar tidak karuan. Bukan hanya Shilla, Riko pun begitu, darah mereka seolah teraduk, bukan mengalir, membuat perasaan
mereka tidak karuan, “hem gue sadar seharusnya gue gak boleh punya perasaan
lebih ke lo, kalau mengingat masalah penyakit dan umur gue ini..tapi ini
anugrahh dari Tuhan buat gue, dan gue cuma pengen jujur tentang perasaan gue,
gue gak maksain buat lo nerima gue, Karena gue tau diri dalam kondisi gue
seperti ini..lo tau lah….”
“Gue mau jadi cewek lo.”kata Shilla cepat, memotong ucapan Riko tadi. Pipinya bersemu merah. Dia hanya mampu menunduk, menyembunyikan rona merah di wajahnya. Jantungnya berdetak hebat, keringat
dingin perlahan mengucur di telapak tangannya.
Riko menegakkan duduknya yang sedari tadi bersender pada punggung kursi, dia menatap Shilla di depannya yang sedang tertunduk ,”hah? Mau Shil? Gak salah denger? Kamu mau nerima aku dalam kondisi
aku yak kayak gini?”katanya. nadanya terlalu bersemangat tetapi sedikit ragu.
Shilla mengangkat wajahnya, menatap Riko, lalu mengangguk sekilas, tanpa berbicara apapun. Senyum berkembang terulas di awajahnya.
Rio sedikit mengambil nafas lalu ia hembuskan perlahan, “tapi aku takut ngecewain kamu…aku takut tiba-tiba ninggalin kamu, takutnya saat itu kamu lagi butuh aku.”ujarnya pelan, tetapi
matanya masih menatap mata Sihlla yang bening.
Shilla tersenyuh ketika benar-benar mendapatkan tetapan yang mata dalam dari seorang Riko, seseorang yang selama ini ia beri perasaan lebih, Shilla menikmati sejenak kehangatan tatapan itu, lalu menjawab
, “aku gak mau mikirin itu, itu gimana nanti, yang aku mau sekarang ngejalanin
yang udah ada. Semua udah ada jalannya Ko, dan semua itu yang terbaik. Kamu
percaya kan?”lagi-lagi
ucapan Shilla sangatlah bijak dan membuat Riko semakin mengagumi wanita di
depannya ini. Wanita yang kini sepenuhnya telah memiliki hatinya, dan wanita
yang juga ia miliki hatinya.
***
No comments:
Post a Comment