Thursday, July 15, 2010

Our Life, Our Destiny, and the Best for Us :) part 22

***


Riko tengah berjalan menyusuri koridor rumah sakit. Tetapi dia tidak sendirian sepeerti biasanya. Kini, Shilla berada di sebelahnya, berjalan beriringan. Yak! Semenjak Riko dan Shilla
pacaran, Shilla selalu memaksa untuk menemani Riko khemoterapy, tapi selalu
Riko tolak. Gak tega kalau nanti Shilla malah nangis ngeliat Riko teriak-teriak
kesakitan pas khemo. Lagian, gengsi dong, Riko kan suka nangis kalau habis khemo gara-gara
sakit. Nanti Shilla liat, dibilang apa dia? Akhirnya setelah memaksa Riko, Riko
luluh juga, Shilla ikut menemani Riko untuk khemoterapy.

Riko dan Shilla telah duduk berdampingan di kursi yang disediakan di ruangan Dokter yang biasa menangani Riko, (namanya siapa ting? Gue lupa.). Riko berusaha sesantai mungkin.
Sedangkan Shilla, sedikit merinding, pertama kalinya masuk ke ruangan seperti
ini.

“Dok, kenalin ini Shilla, pacar saya hehe.”ujar Riko mengenalkan Shilla kepada dokter, karena si dokter sepertinya heran dengan kehadiran Shilla, tumben Riko khemo ditemenin..fikirnya. Riko dan
Shilla tampak malu-malu. Shilla tersenyum kepada dokter itu. Dokter pun balas
tersenyum seraya mengangguk.

“Riko, saya punya kabar baik buat kamu.”kata Dokter itu seraya menatap Riko, senyum mengembang terukir di wajah Dokter, membuat Shilla dan Riko penasaran.”Tadinya mau saya beritahu lewat
telefon, tapi berhubung kamu ada jadwal khemoterapy sekarang, ya sekalian saya
kasih tau langsung saja.”jelas Dokter itu.

“Apa Dok? Terus kok dari tadi khemo nya gak mulai?” Riko mulai heran. Rasa penasaran menggelayuti fikirannya. Habis, biasanya dia dateng langsung diajak khemo, lah ini, di ajak ngobrol
dulu.

“Saya rasa ini memang sudah keberuntungan untuk kamu. Ada yang bersedia donorin hati nya untuk kamu.” Akhirnya dokter itu menyebutkan hal
ini. Hal yang telah lama Riko tunggu ucapannya dari Dokter. Hal yang terlalu
mustahil untuk Riko agar terkabul. Tetapi sekarang… ah, senang sekali.

Shilla dan Riko saling berpandangan. Heran. Memastikan bahwa mereka berdua tidak salah dengar. Tiba-tiba Riko tersenyum, menatap Dokter itu lalu bertanya sekali lagi, “ada yang mau donorin
hati untuk saya dok?”, memastikan.

Dokter itu pun mengangguk dan tersenyum. Ikut merasakan kebahagiaan si pasien, “Iya Riko. Kamu akan segera sembuh.”katanya. meyakinnkan Riko.

Shilla menutup mulutnya, dengan tangan kanannya, yang terbuka saking girangnya. Matanya berbinar. Senang sekali. Tuhan memang adil. Dia belum bisa berkata apapun untuk mengungkapkan
kesenangannya.

Riko sendiri tak bisa menyembunyikan rasa senangnya. Dia tertawa, bukan tersenyum. Dia merasa kini dialah orang yang paling bahagia seantero dunia, “siapa dok yang ngedonorrinnya?”tanya Riko
akhirnya, setelah dia meredam perasaan bahagianya. Dia juga ingin tahu,
siapakah dermawan itu.

“Ada pasien rumah sakit ini, namnya Septian. Dia sakit, parah. Jantungnya bocor (ada kan penyakit beginian? Soalnya almarhumah guru SD saya meninggal karena jantungnya
bocor D’: ), dia sudah sangat kritis. Dibantu hidup dengan alat medis, jika
alat medis dicopot, dia pun akan pergi. Sebelum dia kritis, dia bilang, dia
ingin menyumbangkan organ tubuhnya yang masih berguna untuk yang membutuhkan.
Waktu saya check hati dia sama hati kamu, ternyata cocok. Dan baru satu jam
yang lalu…..dia…..pergi.”jelas Dokter itu lagi, panjang lebar. Sedikit sedih
ketika harus mengingat pasiennya itu. Riko dan Shilla sendiri tersentak
mendegarnya. Tetapi rasa senang tertanam jelas dihati mereka. Kini Riko akan
segera sembuh dari penyakit laknatnya.

“Memang kapan Riko bisa operasi dok?”tanya Shilla akhirnya setelah dari tadi diam. Riko melirik Shilla lalu tersenyum.

Dokter itu megalihkan pandangannya dari Riko menuju Shilla, “2 hari lagi juga sudah bisa.”sahut Dokter itu.

“Sekarang saya jadi gak usah khemo dok?” Riko bertanya. Habis dari tadi khemo tidak juga dimulai.

Dokter itu menggeleng, “kamu istirahat saja dulu. Karena kondisi pasien yang mau operasi harus benar-benar tenang dan fit. Jangan lupa kabarin orang tua kamu yah.”

Riko mengangguk, paham. “Bisa saya bertemu dengan keluarga Septian?”tanyanya, “saya mau mengucapkan terimakasih.”lanjutnya.

“Beruntung mereka masih berada di rumah sakit karena jenazah septian masih harus ditangani. Mungkin mereka masih berada di paviliun mawar bernomor 412.”kata si Dokter itu.

“Terima kasih dok atas berita bahagianya. Saya mau bertemu keluarga Septian dulu.”ujar Riko yang dijawab oleh anggukan dan senyuman dari dokter itu. Riko pun bangun dari duduknya, di ikuti
Shilla. Dia manggandeng tangan Shilla, berjalan menuju pavuliun mawar yang
gedungnya bersebelahan dengan gedung dimana Riko berada sekarang.

“Selamat yah Ko.”kata Shilla lalu menoleh sebentar ke arah Riko, yang berjalan beriringan bersamanya.

“Iya Shil, aku juga gak nyangka ada orang yang baik banget. Aku berharap semoga Septian diberi tempat yang terbaik sama Tuhan.”ucap Riko, tulus.

Senang sekali perasaan Riko saat ini. Tak tahu harus mengucapkan apa untuk bisa mendeskripsikan perasaannya saat ini. Inilah yang selama sisa hidupnya ia tunggu. Seseorang yang mau mendonorkan
hatinya untuk Riko. Kini itu terwujud. Bukan lagi harapan belaka. Harapan yang
selalu Riko nanti-nanti. Dia sendiri bingung, bagaimana menjelaskan kepada orang
tuanya. Terlalu bersemangat dan senang.

Shilla mengenggam tangan Riko seraya terus berjalan di paviliun mawar. Kini mereka tengah menusuri tangga menuju lantai 3. dimana kamar Septian berada. Dia sendiri sangat senang. Akhirnya Riko
akan terbebas dari penyakit laknat itu.

Riko mengetuk pintu kamar bernomor 412 itu. Kamar dimana keluarga Septian sedang menunggu penanganan Septian. Baru 3 kali pintu diketuk, wanita paruh baya keluar. Lingkaran hitam mengelilingi
matanya. Matanya sembab. Habis menangis.Tampaknya dia juga sangat kelelahan.
Wanita itu memandang Riko heran.

“Maaf Bu, saya Riko ini Shilla. Apa benar ini em…..kamar Septian?”ucap Riko seraya tersenyum, sopan. Shilla mengikuti.

Ibu itu mengerutkan dahinya, “Iya ini kamar Septian. Kalian siapa? Kalian bukan temennya kan?”tanyanya.

“Saya memang bukan temen Septian Bu. Saya orang yang akan septian donorkan hatinya. Saya penerima hati Septian.”jelas Riko. Mereka masih berdiri di ambang pintu kamar Septian.

“Duduk dulu yah disitu, biar ngobrolnya enakan.”ajak Ibu itu seraya menunjuk jejeran kursi yang terdapat di depan kamar rawat inap. Shilla dan Riko mengangguk lalu berjalan dan duduk
disitu, mengikuti Ibu itu. “Oh, jadi kamu pasiennya Dokter Ganang (pis Nang
nama lo gue jadiin dokter!) ?”tanya ibu itu setelah berhasil duduk di bangku
sebelah Riko.

Riko mengangguk, “Iya Bu, apa keluarga sudah setuju kalau Septian mendonorkan hatinya untuk saya?”katanya berhati-hati. Takutnya Septian mendonorkan organ tubuhnya tanpa di ijinkan oleh
orang tua.

“Saya pribadi sebenarnya gak setuju. Tapi sebelum Septian kritis dan akhirnya pergi, dia memang ngomong sama saya. Dan ya…saya mengijinkannya.”jawabnya. air mukanya berubah sendu. Teringat
kembali akan buah hatinya itu.

“Ibu yang tabah yah. Tuhan gak mungkin ngasih cobaan ke umatnya di luar batas kemampuannya. Ini takdir bu, ini yang terbaik untuk kita. Tuhan pasti mencatat semua amal baik yang Septian
lakukan. Dia pasti berada di tempat yang sangat baik disana.” Kali ini shilla
yang duduk di sebelah Riko mengeluarkan kata-kata diplomatisnya. Dia tersenyum
ke arah Ibu itu. Dia mengerti bagaimana kacaunya perasaan Ibu itu. Karena
mereka sama-sama wanita.

Ibu itu mencoba tersenyum. Bening dari sudut matanya perlahan menyeruak keluar. Cepat-cepat dia menghapusnya, “saya sudah tabah. Saya ikhlas. Saya juga gak tega kalau ngeliat Septian
terus-terusan sakit. Emang begini kali baiknya buat dia.”katanya seraya terus
menerus menghapus air matanya sendiri, yang kini mengaliri pipinya.

“Tuhan pasti punya rencana indah kok Bu, hanya raganya Bu yang pergi, hatinya akan selalu ada di hati kita. Apa lagi hatinya kan
akan didonorin ke saya Bu.”timpal Riko, sedikit bercanda. Agar suasana tidak
terlalu menyedihkan. Ibu itu tersenyum lalu mengangguk. “Saya mau berterima
kasih sama ibu. Makasih banget nanti diijinin operasi pendonoran hati Bu.
Perlakuan Septian gak akan pernah saya lupa seumur hidup”lanjutnya. Lalu Shilla
dan Riko pun berpamitan setelah berulang kali mengucapkan terima kasih.

Riko mengjak Shilla ke taman yang berada di belakang rumah sakit. Awalnya Shilla bingung mau ngapain, Riko hanya menjawab, “mau ketemu malaikat kecil.” . dibuat heran lah Shilla oleh Riko.
Rupanya Riko teringat oleh malikat kecilnya itu.

Riko dan Shilla duduk di bangku taman. Bangku yang menjadi saksi bisu pertemuan singkat antara Riko dan malaikat kecilnya. Riko teringat janjinya pada Ourel untuk kembali kesini
dengan wajah ceria. Ourel lah yang membangkitkan semangatnya. Dan kini Riko
ingin membagi kabar gembira itu kepada Ourel.

Riko celingkukan mencari Ourel yang tak juga tampak. Sedangkan taman ini sudah penuh dengan pasien lainnya. Sudah hampir setengah jam mereka duduk disitu, dengan diam. Shilla sendiri heran
ngapain sih Riko malah diem aja disini? Celingukan gak jelas. Mana malaikatnya?....desis
Shilla dalam hati. Sedikit kesal.

Akhirnya Riko menghampiri suster yang sedang mengajak anak kecil bermain, anak kecil yang juga pasien rumah sakit itu. Shilla hanya diam ditempat, membiarkan Riko pergi.

“Sus, saya mau nanya. Pasien yang namanya Ourel kemana yah? Yang anak kecil itu. Apa udah sembuh?”tanya Riko setelah berdiri di depan suster yang tengah memangku anak lelaki di bangku taman.

Suster itu mendongak dan menatap Riko, “kamu siapanya Ourel?”tanya suster itu. Mimik mukanya berubah heran dan sedikit was-was.

“Saya..temennya. waktu itu dia menghampiri saya dan kita ngobrol dikit.”jawab Riko seadanya.

“Ourel…..dia sudah meninggal 4 hari yang lalu……” suster itu menunduk. Sedih mengingat Ourel. Gadis yang sangat ceria, pasien kesayangan suster disini.

Anak lelaki itu pun ikut manangis “ourel….ourel…Iyan kangen…”desisnya lalu mulai menangis. Suster itu memeluknya. Bagaimana tidak? Selama mereka dirawat disini mereka selalu bermain bersama.

Riko terpaku. Mulutnya menganga. Hari ini dia mendengar 2 kali berita duka. Dia lalu mengucapkan maaf dan terima kasih kepada suster itu lalu kembali ke bangkunya. Bangku dimana Shilla kini tengah mendumel
sendirian.

“Kamu tuh yah ninggalin aku sendirian. Mana malaikatnya?”pekik shilla ketika Riko baru saja kembali dan duduk disebelahnya.

“Malaikatnya udah pergi…..”jawab riko seraya menatap Shilla. Lalu dia menunduk. Tuhan, rancanamu memang tak bisa ditebak. Baru satu kali pertemuannya dengan Ourel, kenapa Ourel harus segera
pergi? Baru saja dia akan membagi ceritanya, kepada sosok yang sempat
membangkitkan semangatnya.

Shilla menatap Riko dengan panuh tanya, kemudian dia mengeryitkan keningnya, “hah? Maksudnya Ko?”tanyanya, nadanya sangat heran.

Riko mengangkat wajahnya lalu mulai menatap Shilla, dia menarik nafasnya lalu menghembuskannya pelan , “………, gitu deh….waktu aku tanya suster katanya dia…udah…pergi….” Riko baru saja
menceritakan pertemuan singkatnya dengan Ourel kepada Shilla. Lalu dia kembali
menundukan kepalanya lagi.

Shilla manggut-manggut. Mengerti. Dia pun ikutan kaget ketika ternyata Ourel pergi secepat itu. “Yah namanya takdir tuhan Ko, sekarang kamu semangat dong. Katanya dia malaikat kecil kamu.
Tunjukin ke dia, kalau kamu masih berjuang hidup disini. Dia pasti ngeliat kamu
kok dari sana.”ujar
Shilla seraya tersenyum dan menunjuk langit. Membangkitkan semangat Riko.

“Waktu itu kita janji, berdua, sama-sama berjuang untuk gidup. Tapi ternyata, dia pergi duluan. Belum sempet aku menuhin permintaannya, permintaan dia buat balik lagi kesini dengan wajah
ceria.”desis Riko, lirih. Dia sudah mulai balas menatap Shilla.

“Kalau sekarang kamu kayak gitu, nanti yang ada dia sedih ngeliat kamu kayak gitu.”

“Iya Shil, semoga dia bisa ikut seneng yah dari atas sana, senang karena akhirnya aku bisa terbebas dari penyait laknat ini.”jawab Riko
lalu tersenyum. Dia berdoa, semoga Ourel diberi tempat yang terbaik disisi
Tuhan. Anak kecil itutelah memberinya sebuah pelajaran berharga. Dia akan tetap
menjadi malaikat kecil Riko.


***

No comments:

Post a Comment