Thursday, July 15, 2010

Our Life, Our Destiny, and the Best for Us :) part 21

***


Semua test SMA telah diikuti dengan baik oleh Via dan Ify walaupun mereka memendam perasaan pesimis. Mereka kurang yakin akan berhasil lolos dalam test seleksi
ini. Padahal, mereka juga sudah menguatkan diri’mereka untuk selalu optimis.
‘usaha gue juga kurang, jadi gak mustahil kalau gue gak lolos.’ Itulah yang Via
dan Ify ucapkan jika mereka berusaha untuk optimis. Sekarang, sepertinya mereka
hanya menunggu suatu keajaiban, keajaiban akan lolosnya mereka dalam test ini.

Hubungan Shilla dan Riko pun telah diketahui oleh semua sahabatnya. Mereka sedikit tidak percaya ketika Riko menceritakan ucapan Shilla saat dia menembaknya, ucapan
yang sangat diplomatis. Shilla sangat menikmati kehadiran Riko di sampingnya
kini. Dia tak perlu memendam perasaannya lagi akan rasa sayangnya kepada Riko,
sekarang semua bisa tercurahkan tanpa adanya rasa malu. Riko sendiri beruntung
memilih Shilla untuk menjadi pacarnya, Shilla yang sangat dewasa, yang mengerti
dan tidak pernah mengungkit tentang penyakit Riko dengan hubungannya. Tapi juga
Shilla yang sangat memperhatikan kondisi Riko.

Ify masih terus khemoterapy 2 kali dalam seminggu. Setiap kali khemo, Rio selalu bersedia menemani dan mengantarnya. Khemoterapy yang dilakukan semakin kesini semakin berdampak efeknya. Kondisi
Ify semakin membaik, virus mulai bekurang dan daya sebarnya melemah. Itu
membuat Ify sangat senang, karena kesempatannya untuk sembuh total semakin
besar. Rio juga tak kalah senangnya setiap
dokter membawa kabar baik setelah selesai khemo.

Jum’at ini keadaan semua sekolah sangat riuh. Tak hanya di kota ini, tapi diseluruh Negara ini. Bagaimana tidak, hari ini adalah hari pengumuman kelulusan semua murid SMP satu
Indonesia.
Pagi-pagi semua murid di negeri ini mungkin berbondong-bondong pergi ke tukang
Koran, membeli Koran, untuk melihat apakah nomer peserta ujiannya terdaftar
dalam murid yang lulus. Sebagian dari mereka langsung bersorak, senang ketika
mereka dinyatakan lulus. Tapi tak sedikit juga yang harus menelan pill pahit,
ketika mereka dinyatakan tidak lulus dan harus mengulang. Tak hanya kelulusan,
mereka juga akan dibagikan amplop yang berisikan NEM mereka.

Pagi ini, Via, Iel, Rio, Ify, Riko dan Shilla tersenyum. Mengembang. Ingin berteriak rasanya ketika mereka dinyatakan lulus.
Lulus dengan hasil yang sangat murni. Mereka juga mengetahuinya dari Koran kota. Cepat-cepat mereka
mandi dan bergegas menuju sekolah, untuk menerima hasil nilai ujian mereka. Tak
sabar rasanya untuk mengetahui jumlah ke-empat nilai itu.

Semua murid telah berbaris rapih di lapangan. Mendengar sang kepala sekolah berpidato. Padahal mereka tidak benar-benar mendengarkan. Sebagina mendumel,
‘banyak bacot nih, langsung aja nape bagiin nem nya…’ ada juga yang masih belum
siap menerima NEM mereka. Yang pasti, jantung mereka semua berdetak tidak
karuan.

Ify dan Via yang berbaris bersebelah saling berpegangan tangan, saling meremas tangan. Sedikit melampiaskan rasa gemeterannya. Wajah mereka pucat. Sedangkan
Shilla kini tengah mencubit-cubit pelan lengan Riko, yang baris disebelahnya.
Begitulah cara Shilla melampiaskan rasa gemetarnya. Riko hanya pasrah lengannya
dicubiti Shilla pelan, toh tidak sakit. Sedangkan Iel dan Rio
yang berbaris jauh dari barisan Shilla Riko Ify Via, hanya menunduk. Sama,
bergemetar.

Ke enam sahabat itu kini tengah berkumpul di kantin. Senyum penuh kegembiraan terukir jelas di wajah mereka. Senyum penuh kemenangan. Mereka tak
henti-hentinya mengucap syukur kepada Yanga Maha Kuasa. Mereka juga berulang
kali melihat hasil NEM mereka, takut-takut bahwa mereka salah lihat. Atau malah
nilai itu berubah angkanya.

Via mendapatkan NEM 37,45 dengan nilai tertinggi 9,60 pada mata pelajaran Matematika, pelajaran yang selalu mendapat cemoohan akan kemampuannya oleh Kak
Zahra . Sekarang dia bisa membuktikan pada Kakaknya bahwa dia bisa. Ify
mendapat NEM 38,20, dengan nilai IPA yang sempurna. Shilla mendapat NEM 37,00
dengan nilai tertinggi pada Bahasa Inggris, nilainya 9,8 . entah jodoh atau
bukan, NEM Riko, Rio, dan Iel sama. Tak ada
beda sedikit pun. 36,8. hanya saja nilai permata pelajaran mereka berbeda-beda.
Gabriel mendapat nilai sempurna di pelajaran Bahasa Inggris. Sedangkan Rio dan
Riko sekali lagi sejodoh, IPA mereka menempati nilai teringgi, 9,75.

“Bagus….”gumam Iel pelan , dia masih saja melihat kertas yang bertuliskan nilai-nilanya.

“Banget!”timpal Via yang duduk di sebelahnya. Saking senangnya, Via sampai menciumi kertas itu.

“Ahhh Bahasa Inggris gue nyaris 10.”desis Shilla, yang juga duduk disebelah Iel, sedikit kesal dengan nilaninya yang nyaris sempurna itu.

Riko yang duduk di depannya menatapnya lembut, “Udah, yang penting memuaskan.” ujarnya. lalu Shilla pun mengangguk.

“Ah masa gue sama nya 2 sih sama si Riko, amit-amit lagi kalau sejodoh.”dumel Rio seraya menunjuk-nunjuk nilanya yang sama dengan Riko.

“Ye emang gue mau? Najis amit deh.”timpal Riko seraya meneloyor pelan kepada Rio yang duduk di sebelahnya.

“Gue rasa gue gak peduliin ni nilai.”ujar Ify enteng lalu memasukkan kertasnya ke dalam amplop semula. Semua langsung menatap Ify, seolah ingin memakan Ify.

“Etdah, nilai lo bagus banget Fy, masa iya kagak peduli?”komentar Riko sedikit geram seraya menunjuk-nunjuk amplop yang dipegang Ify.

“Nih tukeran nilainya sama gue yuk Fy.”ajak Iel, konyol, seraya menyodorkan hasil NEMnya.

“Ah masalahnya mau segede apapun NEM gue gak ngarus buat masuk SMA 1.” rengeknya, segelas es jeruk dihadapannya ia aduk-aduk menggunakan sedotan.

“Tawakal Fy tawakal.” Shilla berusaha memperingatkan Ify, menabahkan.

Ify menatap Shilla lalu tersenyum walau sedikit dipaksakan, “iya Shil.”

“Pada balik deh yuk, gak sabar nunjukin NEM gue ke nyokap gue.”ajak Riko akhirnya. Semuanya lalu mengangguk mantap.

“Yah……gue balik sendiri deh.”seru Via dengan nada pura-pura kesal, sebelum ia dan yang lainnya bangun dari duduknya.

“Eh…..Ko, aku balik bareng Via aja yah.”tiba-tiba Shilla seperti menyadari bahwa perkataan Via menyindirnya.

“Hah ngga Shill gak usah. Udah lo sama Riko aja. Gue gak apa-apa.”jawab Via, tak enak hati dengan ucapannya barusan.

“Udah lo sama Riko, Via sama Iel. Beres.”celetuk Rio tiba-tiba. Nadanya sangat cuek.

“Ngga, gue balik sendiri aja.”tolak Via yang sebenarnya pipinya sedikit memerah karena sadar teman-temannya berusaha menjodoh-jodohkannya (lagi) dengan Iel.

Iel menoleh ke arah Via yang duduk di sebelahnya, “udah bareng gue aja Vi, lumayan kan ngirit ongkos.”ujarnya enteng. Padahal dia sendiri sedang berusaha mengontrol detak
jantungnya.

“Tuh kan Iel aja mau.”ceplos Rio lagi. Riko dan Shilla
terkekeh. Ify menyenggol-nyenggol kaki Via dari bawah meja.

Via merasa mati kutu dan risih dengan senggolan-senggolan kaki Ify, “Ye..gue mau juga kan
bukan apa-apa. Lumayan ngirit ongkos.”belanya.

“Bodo amat mau ngirit ongkos mau pdkt, ayodah balik sekarang.”ajak Riko lagi akhirnya lalu beranjak bangun. Via dan Iel merasakan pipinya memerah atas ucapan Riko
tadi. Akhirnya mereka berjalan beriringan menuju motor para lelaki itu di
parkirkan.

Riko dan Shilla yang paling pertama meninggalkan sekolah, kemudian Ify dengan Rio disusul Iel dan Via yang sebelumnya telah mengadakan cekcok mulut tentang
alasan mengapa Via mau saja Iel antar pulang. Ada rasa dilemma yang tertanam dihati Via
saat sedang dijalan, menuju rumahnya. Ia fikir sudah saatnya dia memastikan
perasaannya kini. Perasaan yang selama 9 bulan belakangan ini ia endapkan dan
pelan-pelan berusaha untuk menghilangkannya. Kini perasaan itu kembali
menyeruak dalam sukmanya.


***


Via menghempaskan secara kasar tubuhnya ke atas ranjang. Setelah sebelumnya dia tersenyum tidak jelas saat Iel mengajaknya untuk nonton di Mall, sore ini…….


“Thanks yah Yel tebengannya dan pengiritan ongkos gue.”ujar Via setelah turun dari motor Iel dan kini ia telah berdiri di samping Iel.

“Sama-sama Vi, tapi betewe, itu helm lepas dulu bisa kali.” Iel sedikit terkekeh ketika melihat Via yang masih mengenakan helm.

Via memegangi kepalanya, mengecek apakah ia masih memakai helm. Tiba-tiba Via nyengir, “eh sorry.”lalu cepat-cepat dia membuka helm itu dan diberikan
kepada Iel.

“Hem Vi…..” Iel menggantungkan ucapannya setelah berhasil menggantungkan helm yang barusan Via berikan ke pengait yang ada di motornya.

“Ya?” Via menjawab dengan alis terangkat sebelah.

“Nanti sore nonton yuk, gue pengen nonton fil nih, udah lama gak nonton.”ajak Iel tiba-tiba. Nadanya sangat cepat, Via sendiri masih tidak yakin bahwa apa yang
ia dengar itu benar.

“Nonton? Jam berapa?”tanya Via sekaligus memastikan. Hatinya degdeg-an tidak karuan. Tak tahu Via yang terlalu melebih-lebihkan atau memang begitu. Baru saja tadi dalam
perjalanan dia berfikir untuk menetapkan perasaannya, kini Iel kembali mengetuk
pintu hatinya. Seolah menyadarkan Via bahwa Iel tengah menantinya.

“Iya, jam 3 an gue jemput. Mau gak Vi?”nada suara Iel melemah. Seolah pasrah jika Via menolaknya. Dari pancaran matanya sangat tersirat bahwa dia sangat mengharapkan
Via.

“Boleh Yel. Gue tunggu yah.”jawab Via akhirnya. Dia lalu sedikit melukiskan senyuman di wajahnya.

“Thanks yah Vi…”

“Buat?” Via sedikit mengerutkan dahinya ketika mendengar Iel berterima kasih padanya. Harusnya dia yang berterima kasih pada Iel karena diajak nonton. Eh, atau emang
Iel yang yang harus makasih?

Iel sedikit kelabakan, dia menunduk sesaat lalu menatap Via lagi yang masih berdiri di sampingnya, “Mau gue ajak jalan.”katanya, sedikit demi sedikit rona pipinya
bersemu merah.

Via sendiri langsung salah tingkah, pipinya telah berhasil dengan sukses memerah, dia berusaha mencerna otaknya untuk mengolah kata yang lebih oke, untuk
mengembalikan kondisi menjadi santai, “Santai lah Yel, oke lah. Cuma nonton doang
kan?”ujarnya.

Sedikit teriris hati Iel ketika mendengar Via mengucapkan ‘Cuma nonton doang kan?’ , seolah itu belum cukup menunjukkan pada Via bahwa Iel memperlakukannya lebih, “Iya kok
Vi.”katanya akhirnya seraya sedikit terkekeh, “Eh gue balik yah. Inget, jam 3
harus udah siap.”

Via mengangkat jempolnya lalu berkata , “oke” . seketika motor Iel meluncur dari hadapan Via. Via lalu melangkahkan kaki untuk memasuki ruahnya.


Via masih terus menerus berguling-guling di atas tempat tidurnya dengan keadaan tangan memeluk guling kesayangannya. Dia belum sempat mengganti bajunya. Kini
ia masih berfikir, ajakan Iel tadi hanya sekedar ajakan atau genjatannya untuk
mendekatinya. Ah….Via menyesal karena terlalu mentup hatinya untuk masalah
sepeti ini terlalu lama. Kini ia seperti anak umur 11 tahun yang baru mengalami
cinta monyet yang betul-betul monyet di jaman SD. Setelah setahun kepergian
Cakka dari hidupnya, atau sudah hampir 10 bulan, Via tidak pernah mau mengurusi
masalah hatinya. Dia ingin fokus dalam sekolah dulu, walaupun ia tahu, ada Iel yang
menantinya semenjak 9 bulan lalu.

Via berfikir bahwa ini adalah salah satu genjatan Iel untuk mendekatinya, tapi dia sendiri tak mau banyak berharap kalau kalau perkiraannya salah dan ternyata ini
hanya ajakan biasa dari Iel. Akhirnya Via memilih mengalihkan fikirannya. Dia
lupa akan sesuatu. Dia meraih tas yang ia gantung di sudut tempat tidur, lalu
merogoh isinya, mencari sesutu yang tak lain adalah hasil ujiannya. Secepat
kilat ia bangun dan berlari menuju lantai bawah.

“Maaaaaaaaaaaaaaah.” Via berteriak seraya berlari menuju lantai bawah.

“Kenapa Vi? Jangan teriak-teriak gitu.” Mamahnya yang ternyata sedang duduk di ruang TV, yang ada di dekat tangga, sangat terganggu dengan teriaka Via yang sangat
kencang.

Via nyengir lalu duduk berjalan mendekati Mamahnya dan duduk di sebelah Mamahnya, “ini NEM Via.”ucapnya seraya menyodorkan amplop yang telah dibuka sebelumnya.

Mamah Via menerimanya lalu membuka isinya dan membaca tulisan yang ada di kertas itu. Perlahan ia mengangguk dan kembali memasukkan kertas itu kedalam amplopnya
,”Asli nih murni hasil kamu?”ujar Mamahnya. Nadanya menyindir. Lalu ia menaruh
amplop itu ke dalam laci meja di depan sofa tersebut.

“Asli lah. murni. Terus kalau gak murni itu hasil siapa?” Via merasa tersinggung dengan ucapan Mamah tirinya itu.

“Ya Mamah kira dapet contekan gitu”kata Mamahnya masih dengan nada menyindir. “Nanti Mamah aja yang ngasih tau Mamah kamu soal ini.”lanjutnya lagi. Via baru
sadar kalau dia belum memberikan kabar lagi untuk Mamahnya. Dia hanya
mengangguk lalu bergegas menuju kamarnya.

Via kembali berguling-guling di atas tempat tidurnya. Kini senyum tengah merekah di bibirnya. Syarafnya selalu berusaha menarik ujung-ujung bibirnya untuk
membentuk sebuah lengkungan. Via sendiri masih keheranan apa gerangan yang
membuatnya seperti ini. Lelah berguling-guling, dia meraih iPod yang ia taruh
di laci meja sebelah ranjangnya. Tanpa melihat playlist, dia langsung menekan
tombol play. Ternyata yang terputar adalah potongan lagu sebelumnya, yang belum
usai Via dengar.


Dia…..seperti apa yang slalu ku nantikan….ku inginkan

Dia….melihatku apa adanya…seakan ku sempurna..

Tanpa bual kata … kau curi hatiku

Dia tunjukan dengan tulus cintanya..

Terasa berbeda saat bersamanya, aku jatuh cinta….

Dia…..seperti apa yang slalu ku nantikan….ku inginkan

Dia….melihatku apa adany…seakan ku sempurna..

Dia bukakan pintu hatiku yang tlah lama tak bisa….

Ku percayakan cinta hingga dia disini…

Memberi cintaku harapan….


Via mendesah pelan lalu mencopotkan headsetnya, “etdah ni lagu, kaga ada lagu lain apa yah.”ujarnya sendiri. Sepertinya Via sangat menyadari bahwa lirk lagu tadi sepadan dengan hatinya. Dengan cepat dia
melihat-lihat isi playlist iPodnya, yang sesunggunya sudah lama sekali tidak di
update.

“Kucing garong…jablay….cinta terlarang…belahan jiwa…cinta mati….makhluk tuhan paling sexy…. Etdah, ini iPod gue bekas di pake ama siapa sih? Begini amat lagunya….” desahnya
lagi sambil terus menelusuri daftar lagu , “pantes aja, ini folder udah lama.
Ganti ah.”katanya lagi, masih berbicara sendiri dengan keadaan tangan memenceti
tombol-tombol sampai akhirnya dia memilih mendengarkan lagu ini…



Via membanting kasar iPodnya. Rasa-rasanya semua lagu serasi dengan perasaannya. Kini ia mencoba memejamkan matanya. Mencoba tidur sejenak. Toh sekarang masih
jam 12. masih 3 jam untuk Iel datang ke rumahnya.

Sivia menggeliat di atas ranjangnya. Matanya sedikit menyipit karena sorot lampu kamar yang membuatnya sedikit silau. Dia merogoh Hp yang ia simpan rapih di
meja sebelah ranjangnya.

“WAAAAAAAAAAAAAAA JAM 3” jeritnya ketika melihat jam di HP nya bertuliskan, ’14.59’ ,”Mampus ini gimana ini.”ujarnya lagi. Tanpa banyak bicara, dia langsung mengambil handuk
yang tergantung di belakang pintu kamarnya dan berlari ke kamar mandi yang
bersebelahan dengan kamarnya.

“Vi……ada temen kamu tuh yang cowok. Yang sodaranya Cakka itu”kata Mamahnya seraya mengetuk pintu kamar mandi. Mamahnya tahu karena sebelumnya Iel pernah mampir
ke rumah Via.

“Suruh tunggu Mah.”jawab Via lalu buru-buru melanjutkan mandinya. Setelah beres, Via langsung mengeringkan tubuhnya dan membalut badannya menggunakan handuk. Toh
kamar mandi sama kamarnya kan
sebelahan. Ketika membuka pintu dia sedikit kaget karena mendapati Mamahnya
masih berdiri di situ. “Loh, Mamah ngapain disini? Mau pipis? Kamar mandi bawah
emang kenapa?”tanyanya heran.

Mamah Via tidak mengubris pertanyaan Via, dia langsung melipat kedua tangannya di dada, “dia siapa Vi? Kok deket banget sama kamu?”tanya Mamahnya menyelidiki.

Via kaget, dia belum memikirkan secara matang apa akibat jika Iel datang lagi ke rumahnya, , “Anu Mah, dia temen biasa Via kok. Gak ada apa-apa. Beneran.” Via
berusaha meyakinkan Mamahnya. Tangannya memainkan ujung handuknya.

Mamahnya memegang kuat kedua pundak Via dengan tangannya, dia menatap anak tirinya itu dalam-dalam lalu tersenyum ,”Ngga apa-apa kok, Mamah ngerti. Sekarang kamu udah
mau SMA, tapi pesen Mamah ati-ati yah sama cowo, takutnya kamu malah kayak
Zahra yang diputusin sama Kiki nangisnya kejer-kejer. Ampe puasa satu
bulan.”katanya panjang lebar lalu melepaskan peganganya di pundak Via.

Via menatap Mamah Tirinya itu tidak percaya. Baru kali ini Via diperlakukan seperti ini. Via tersenyum ,”Makasih ya Mah, sekarang Via mau siap-siap dulu, Gak
apa-apakan Via jalan sama Iel?”ujarnya lalu tersenyum jahil

Mamahnya mengangguk lalu menjawil dagu Via pelan, “Boleh kok, sukses yah nge date nya. Kayaknya dia suka tuh sama kamu.” Mamah Via pun langsung meninggalkan Via yang
masih berdiri di ambang pintu. Berjalan menuruni tangga.

Via kini sudah siap. Dia sedikit berlari ketika menuruni tangga rumahnya. Sesaat dia mencari sepatunya di rak sepatu yang berada di bawah tangga, setelah
menemukan sepatu sendal yang cocok untuk warna baju yang ia kenakan, Via langsung
berlari menuju ruang tamu. Dimana Iel berada.

“Maaf Yel nunggu lama. Gue ketiduran hehe.”ujar Via seraya duduk di sofa depan Iel duduk, lalu memakai sepatu sendalnya.

Iel meneguk sirup cocopandan yang tadi di sajikan oleh Mamah Via lalu menjawab, “Bulukan nih gue nunggu lo. Kan
gua tadi bilang, jangan telat.” Iel sedikit bercanda, lalu tersenyum jahil
ketika mendapati Via sedikit manyun, “Udah jangan manyun. Jelek lo. Pamitan aja
langsung sama nyokap lo.”lanjutnya lagi. Via mengangguk dan berdiri. Lalu
melihat ke taman yang berada di depan rumahnya, Mamahnya sedang mengurusi
tanaman. Via pun berjalan mendahului Iel keluar dari rumahnya. Iel mengekor.

“Tante, Via nya saya bawa dulu yah..”pamit Iel sopan yang hanya dijawab anggukan Mamah Via lalu tersenyum dan melanjutkan meneliti bonsainya.

“Via berangkat Mah.”ucap Via, kali ini dia yang pamitan, tanpa menghampiri Mamahnya. Malas, Mamahnya berada di tengah taman, berarti dia harus menginjak tanah dulu,
bisa membuat sepatu sendalnya kotor. Via langsung mengajak Iel untuk segera
pergi.

***

Iel telah memegang 2 tiket menonton film Karate Kids. Mereka akan duduk di kursi

D4 dan D5. Iel yang membayar menontonnya. Awalnya Via menolak, berusaha menghalangi niat Iel untuk membayarinya. Tidak enak dan takut dikira cewek matre. Tapi Iel tetap bersikukuh untuk membayari Via,
‘sekali-kali nraktir’ ujarnya enteng. Malas berdebat terlalu lama, akhirnya Via
mengalah dan balas mentraktir Popcorn beserta minumnya. Iel akhirnya tidak
menolak.

Via dan Iel kini tengah duduk di kursi di dalam studio 3. Dimana film Karate Kids akan segera diputar. Via duduk di kursi nya, dia mengubah sebentar profile HP
nya menjadi ‘silent’. Iel sendiri memilih mematikan HP nya. Tak lama film pun
segera dimulai.

Jantung Iel berpacu cepat, aliran darahnya mulai teraduk tidak teratur. Keringat dingin mulai keluar dari telapak tangannya. Dia berusaha menikmati film bergenre
komedi di depannya ini. Tapi gagal. Rasa sesak kini menerpanya. Mengapa
perasaan ini muncul lagi? Bukankah sudah ia tanam dalam-dalam perasaannya ini?
Entahlah, yang pasti dia merasakan sensasi yang berbeda. Ketika dia duduk
berdua, bersampingan dengan Via. Melihat secara jelas apa yang dilakukan Via,
walaupun tidak ada lampu yang menerangi tetapi sepertinya kontak batin sangat
terjalin. Dia sendiri sirik, mengapa Via bisa sangat menikmati film ini? Sedari
tadi, tak hentinya dia tertawa, apakah dia benar-benar tak mempunyai perasaan
seperti dirinya? Apa memang dia saja yang terlalu berlebihan? Apa Via masih
tidak juga sadar bahwa dia mengajak Via nonton adalah langkah awal untuk pdkt?
Apa Iel yang terlalu cepat mengambil langkah?

Via melahap popcorn yang sedari tadi dia peluk rapat-rapat. Dia sangat menikmati film yang sekarang sedang di suguhkan di hadapkannya. Film yang sangat seru,
kocak, lucu, tetapi menyentuh ini membuatnya sejenak lupa dengan perasaan dan
fikiran yang tadi siang sempat menghampirinya. Eh…tunggu….perasaan tentang
seseorang yang kini duduk di bangku sebelahnya. Via merogoh HP nya yang ia
taruh di dalam tas kecilnya, melihat jam. Jam di HP itu menuliskan sekarang
masih jam 4.15. baru setengah jam dari film dimulai. Tapi mengapa rasanya
sangat lama? Via melirik ke arah Iel yang duduk di sebelah kanannya. Popcorn
nya masih utuh, tapi minumnya sudah habis. Via lalu mulai mengamati Iel.

“Yel….”bisik Via pelan, tepat dikuping Iel.

Iel sedikit terlonjak, hampir saja dia menjerit, dia menatap yang kini malah nyengir seraya menatapnya , “apaan?”tanya Iel, sedikit geram, padahal dia bukan
kaget atau kesal karena diganggu menonton, tapi karena sedari tadi memikirkan
Via.

“Lo kenapa sih? Popcorn lo utuh? Terus ini film kan lucu, kok lo dari tadi nontonnya serius banget.”ujar Via, suaranya sangat kecil. Hanya Iel yang mampu mendengarnya.
Lalu ia menyeruput Ice Lemon Tea yang tadi dia beli, dan ia taruh dia ujung
tangan kursi itu.

Mata Iel jelalatan mencari popcorn nya sendiri, ternyata masih tersimpan rapih di tempat penyimpanan makanan, di ujung tangan kursi, lalu dia mulai merauk
popcornnya , “kenapa emang? Nih gue makan….”katanya, mencoba santai seraya
memasuk-masukkan satu persatu popcorn kedalam mulutnya.

“Tapi dari tadi lo gak ketawa, dari tadi aja gue ngakak nonton ini film. Lo kenapa yel? Sakit?” nada suara Via masih sangat kecil. Sadar bahwa ini adalah bioskop.
Lalu dia menempelkan punggung tangannya ke kening Iel, mengecek kondisi Iel.

Iel sedikit melting saat tangan Via menempel di dahinya, beruntung gelap, mau semerah apapaun rona wajahnya tak akan terlihat. Setelah Via melepaskan
tangannya dari keningnya, Iel menjawab , “ngga kok gak apa-apa. Lanjutin
nontonnya.”

Via hanya mengangguk. Meraih kembali popcornnya yang tadi dia taruh sebentar di ujung tangan kursi. Rasa itu kembali menyergapnya. Percis seperti apa yang tadi
Iel rasakan. Dadanya sesak. Perasaannya digelayuti berbagai pertanyaan,
pertanyaan yang sebenarnya masih terlalu ragu untuk dia jawab secara mantap.
Via menghela nafasnya, berat. Kembali menfokuskan dirinya kepada film komedi di
depannya.

Satu jam kemudian film itu selesai. Via menggeliat sebentar di atas kursinya, sementara Iel yang melihatnya hanya menggelengkan kepalanya. Akhirnya mereka
beruda pun keluar dari studio itu. Iel sendiri sangat tidak menikmati film itu,
walau sesekali dia ikut tertawa, jika orang lain tertawa, tentunya.

“Mau kemana lagi Yel?”tanya Via setelah mereka berada di depan pintu bioskop.

Iel melihat jam yang melingkar di lengan kirinya, “jam 5 lebih, mau makan dulu?”tawarnya.

Via menggeleng lalu memegangi perutnya, “gue kenyang, minum coca cola satu kaleng, lemon tea satu gelas, popcorn satu bungkus.”ujarnya polos, Iel terkekeh, “tapi
kalau lo mau makan ayo aja gue temenin.”lanjutnya cepat. Takutnya pria
dihadapannya ini sangat lapar, dan mengurungkan niatnya ketika wanita yang ia
ajak menolak.

“Gue juga gak laper. Muter-muter aja yuk. Liat-liat, siapa tau ada yang bagus. Sekalian anterin gue pilihin kado buat sepupu gue, Bastian.”ujar Iel yang di
jawab oleh anggukan dari Via. Iel mulai melangkahkan kakinya, disertai Via yang
berjalan di sampingnya. Mereka berjalan memutari lantai tersebut, tanpa
mengucapkan sepatah katapun. Akhirnya Iel mengajak Via duduk di kursi yang
berada di tapi Mall itu.

“Vi, tadi itu nyokap tiri lo kan?”tanya Iel sedikit berhati-hati, ketika mereka sudah duduk berdampingan.

“Iya, kenapa emang Yel?”ujar Via santai, lalu membenarkan posisi tas nya.

“Ya gak apa-apa, tapi kayaknya baik deh.”

“Baik sih baik…tapi ya…..gitu deh.”kata Via seraya mengangkat bahu.

Iel merasa dia salah membawa topik obrolannya dengan Via, “ya selama dia baik sama lo, gak usah dimasukin hati lah Vi.”ujarnya.

“Iya sih.”kata Via sedikit malas.

Iel kini menatap Via lalu tersenyum ,”kalau lo butuh temen cerita, gue siap dengerin curhatan lo.”ucap Iel sepenuh hati.

Via balas menatap Iel, lalu tersenyum ,”Thanks yah Yel.”ujarnya. Iel mengangguk.

“Sama-sama Vi. Eh betewe, pengumuman test kapan?” Iel memulai topik barunya.

“Hari sabtu nih Yel, gue gemeteran. Takutnya gagal, puas deh Kakak gue ngatain gue.”jawabnya lalu tersenyum pahit.

Iel merasa kembali salah memilih topik obrolannya, “ya berdoa aja semoga masuk. Nyokap kandung lo sendiri gimana? Bokap lo?”tanyanya. menginginkan Via untuk
bercerita kepadanya. Ia sendiri kangen saat-saat Via curhat padanya.

“Gitu aja sih Yel. Nyokap masih selalu sms setiap hari nanya kabar gue gitu, tapi gak bertindak jauh, takutnya malah salah paham nyokap tiri guenya. Bokap…dia masih
di luar kota.”cerita
Via seadanya. Dia sendiri jadi kangen sama Mamahnya. Terakhir ketemu waktu
rapat sekolah itu. Mamah tirinya sebenarnya sudah tidak terlalu mau Mamah
kandung Via mencampuri urusan Via.

Iel mengangguk , “yang sabar yah Vi nikmatin aja semuanya.” Via mengangguk dan tersenyum ,”anter gue ke toko itu yuk. Beli kado buat sepupu gue.”lanjutnya seraya menunjuk salah
satu toko yang berada tak jauh dari tempat mereka duduk. Via mengangguk. Iel
berdiri dan diikuti Via.

Via melihat-lihat isi toko itu. Yang dominan berisikan barang untuk lelaki tapi tak sedikit barang untuk perempuan juga. Iel mencuil pelan bahu Via yang sedang
melihat-lihat robot-robottan cowok. Via menoleh.

“Gue kasih ini oke ga?”tanya Iel seraya megangsurkan robot berbentuk superman.

“Emang dia umur berapa?”tanya Via yang kini meneliti robot yang Iel pegang.

“4 tahun gitu deh…..”

“Dia sukanya apa?”

“Gue gak tau, gue gak deket ama dia, hehe.” Iel nyengir. Via melengos.

“Yaudah kasih ini aja atau gak mobil-mobillan, netral, semua anak cowok suka, eh tapi jangan mobil deh, ini aja, lucu.”kata Via. Iel mengangguk lalu berjalan menuju
kasir, Via mengekorinya.

“Adiknya Mas? Sedikit mirip sih.”ceplos sang pramuniaga lalu mengecek barang yang akan Iel beli melalui komputernya.

“Hah? Adek? Bukan mba! Temen!”ujar Iel dengan keadaan alis bertaut. Via terkekeh.

“Oh bukan. Berarti jodoh. Kan kata orang dulu kalau yang mirip tapi gak ada ikatan darah berarti jodoh” kata
pramuniaga itu yang masih mengecek kode barang yang dibeli Iel. Pipi Via dan
Iel sedikit memerah.

“Itu kan dulu, beda ama sekarang Iye gak Vi?”kata Iel seraya mengeluarkan uang untuk membayar robot itu lalu kembali memasukan dompetnya ke saku belakang celananya. Via hanya mengangguk.

Pramuniaga itu hanya tersenyum lalu menoyodorkan Iel sekantung plastik berisikan robot yang dibelinya tadi. Iel menerimanya lalu tersenyum, mengucapkan terimakasih, dan mengajak Via keluar.

“Mau kemana lagi?”tanya Via ketika mereka sedang berjalan di Mall itu, tanpa tujuan.

“Gue sih terserah lo.”jawab Iel enteng.

“Kan lo yang ngajak jalan, gimana sih.”gerutu Via, bercanda.

Iel melirik ke arah Via lalu mengacak poninya, Via cemberut lalu merapikan poninya. “minum dulu yuk di café coklat.”ajak Iel seraya menunjuk café yang lumayan
ramai pengunjung. Via mengangguk lalu berjalan diiringi Iel disebelahnya menuju
cafe itu.

Café yang dibalut cat berwarna abu-abu dan kursi-kursi tempat pengunjung yang berwarna biru laut itu tampak nyaman. Letaknya
yang berada di lantai 6 (kapan mall di bogor ampe lantai 6 yak -___- ) Mall itu
membuat pemandangan café itu menarik. Via dan Iel memilih duduk di pojok café,
dekat kaca agar bisa melihat langsung ke luar, pemandangan.

Setelah dipastikan mereka berdua duduk, waitress pun mengahmpiri. Via hanya memesan Chocolate Float, sedangkan Iel memesan milkshake strowberry yang ditambahkan
ice cream coklat di atasnya.

“Gue gak nyangka deh Riko bisa nembak Shilla.”ujar Iel, memecah keheningan antara dirinya dan Via.

Via menatap Iel lalu menangguk ,”Iya, gue juga awalnya takut Riko minder setelah kita tau mengenai penyakitnya.”sahut Via seraya memain-mainkan sendok yang
tergoler di meja dihadapannya.

“Gue juga mikir gitu. Salut deh gue ama Shilla. Dewasa fikirannya.” Iel menambahkan, seraya menyenderkan tubuhnya ke punggung kursi.

“Shilla sih emang paling dewasa di antara kita bertiga.”ujar Via yang sudah berhenti memainkan sendok. Dia hanya menatap Iel dengan tatapan tiada arti.

“Lo juga dewasa kali Vi.”kata Iel santai.

Via sedikit GR dibilang dewasa, eh…emang dibilang dewasa pujian ya? Fikirnya….”Hah gue dewasa? Childish gini masih cengeng.”jawabnya berusaha sebiasa mungkin.

“Cengeng kenapa?”tanya Iel penasaran, nadanya tidak sesantai tadi.

Via mengetuk-ngetukkan jarinya ke atas meja, “Ya cengeng kalau ada masalah, nyokap gue kakak gue…yaaaaaa…….”jawabnya. tak tahu harus meneruskan kalimatnya dengan
apa lagi. Karena sebetulnya dia bukan type cewek yang cengeng.

“Kata Cakka lo gak cengeng, malah lo lebih suka mendem semuanya. Terbukti kan kaya lo selalu pura-pura gak ada apa-apa di depan semuanya. Eh…tiba-tiba curhat deh ke gue
ampe nangis. Dan itu kayaknya lo jarang banget nangis sampai akhirnya lo
ngeluarin semuanya dalam satu waktu.”cerocos Iel panjang lebar. Sesuai dengan
yang ia tahu. Bagaimana Via dimatanya.

Via tertegun, dia menundukan kepalanya. Memainkan jarinya. Sebetulnya perkataan Iel memang benar. Dia jarang menangis. Karena menurutnya menangis tak akan
menyelesaikan masalaha. Dia lebih memilh untuk memendam perasannya. Akhirnya
dengan berani dia kembali mengangkat wajahnya, “Kok Cakka? Emang dia cerita apa
aja ke lo?”tanyanya, sedikit mengalihkan pembicaraan, yang memang sebenarnya
membuatnya aneh, mengapa Iel membawa nama Cakka?

“Ya…Cakka suka cerita aja waktu dia masih jadian sama lo. Katanya lo gak pernah nangis. Kalau udah kelewat kesel baru nangis. Tapi bukan nangis karena sedih.”jawab Iel
seadanya. Berusaha untuk jujur. Walaupun sebenarnya hatinya ketar-ketir.
Sesungguhnya, dialah yang suka meminta Cakka untuk menceritakan tentang Via,
“lo kenapa sih Vi gak suka nangis kayak cewe kebanyakan?’

Via berhenti menganggukan kepalanya, mengerti ucapan Iel barusan. Kemudian dia langsung mengangkat bahunya, menjawab pertanyaan Iel, “males aja gue nangis.
Gak akan nyelesaian masalah. Dan gue emang bukan cewek dikit-dikit nangis.
Mending sekaligus. Hehehehe.”katanya diselingi cengirannya.

“Bener juga sih. Tapi sekalinya nangis ituloh. Kejer banget. Gue aja ampe kaget.” Kata Iel, mengingat kejadian saat Via menariknya dari rumah Ify da menyuruhnya
langsung ke taman.

Via mengangkat jarinya dan membentuk tanda ‘peace’. “Udah ah gak usah ngomongin gue. Tadi kan
ngomongin Shilla sama Riko.”ucap Via, mengalihkan pembicaraan. Tiba-tiba
waitress datang dan menaruh pesanan mereka di hadapan mereka. Setelah
mengucapkan terima kasih, waitress itu pergi.

Iel mengaduk pelan Milkshake stroberry nya, “Males ah ngomongin mereka. Bikin envy aja mereka pacaran.”ceplos Iel, lalu pelan-pelan menghirup milkshake nya.

Via yang baru saja menyerudup Chocolate Float nya sedikit terkekeh mendengar ucapan Iel, “ya pacaran lah Yel.”sahutnya.

“Yah, ceweknya aja gak mau sama gue. Malah gak nyadar kali gue suka sama dia.”kata Iel setelah menyendokkan ice cream coklat diatas milkshakenya ke dalam
mulutnya. Ia sendiri tidak sadar dengan ucapannya. Jantungnya meulai berdetak tidak
karuan, darahnya berdesir cepat. Salah ngomong.

Via sendiri merasa bahwa ucapan Iel tadi dimaksudkan untuk dirinya. Pipinya sedikit memerah, malu. Ada
rasa bersalah di dalam dadanya. Dia menunduk seraya terus menyeruput ChocFloat
nya. Berusaha memikirkan apa yang harus ia jawab atas pertanyaa Iel. Dan,
mengapa jantungnya seperi berdetak 2km/detik? Apakah sebenarnya dia juga suka
kepada Iel?

Iel sendiri kikuk dengan keadaan seperti ini. Dia yang terakhir bicara. Dan Via tidak menyahut itu. Dia mengaduk-aduk milkshake nya. Menyibukkan dirinya.
Mengalihkan fikirannya. Keringat dingin perlahan mengucur dari telapak
tangannya. Suasana mereka dingin. Gara-gara salah ngomong nih…batin Iel
merutuki dirinya sendiri.

Akhirnya Via mengangkat wajahnya dan tersenyum, mencoba mengucapkan sesuatu yang sedari tadi dia rangkai habis-habisan. Agar tidak menimbulkan kekauan lagi , “Ah masa
sih Yel. Kali aja tuh cewek juga suka sama lo. Malu kali ceweknya. Hahahah eh
betewe, abis ini pulang yah.”sahutnya. ah…kok ngomong gitu? Itu sih gue
banget….fikir Via lalu menggigit bibir bawahnya.

Pipi Iel sedikit memerah. GeeR dengan ucapan Via tadi. Via sadar kali yah tadi itu omongan gue tentang dia? Terus dia jawab lagi secara langsung tentang dia ke
gue? Batinnya terus bertanya-tanya tanpa satupun ada yang terjawab. “Ya kali
aja yah Vi. Oke. Ini gue udah abis milkshake nya.”katanya lalu. Mulai
mengalihkan pembicaraan.

Via mengangguk. “gue juga udah abis nih.”katanya. Iel lalu emanggil waitress dan meminta bill. Via sempat memaksa untuk membayar minumannya sendiri. Tetapi Iel
terus menerus membayarkannya. Seperti kejadian di bioskop tadi. Akhirnya Via
mengalah. Mereka pun jalan beriringan menuju tempat Iel memarkirkan motornya.


***

No comments:

Post a Comment