Sivia mencurahkan semua isi hatinya kedalam Diary bersampul ungu itu. Dia juga menuliskan ketika rencananya merayakan hari persahabatannya dengan Alvin yang ke 15 gagal karena Alvin harus menemani Via, dan disaat itu pula Via ambruk pingsan. Untung ada Irsyad yang menolong sampai ahirnya Via dilarikan ke rumah sakit. Via sangat menantikan Alvin untuk menjenguknya, tapi dia tak datang. Tak bisa. Alhasil hanya Iel yang menemaninya di rumah sakit kala itu. Dan lagi-lagi rencana Via dan Alvin untuk jalan bareng gagal. Lagi-lagi karena Ify. Makin geramlah Via terhadap Ify. Tapi tak mungkin ia memendam perasaan seperti itu. Sampai akhirnya dia menangis di taman, seorang pemuda menyanyikannya sebuah lagu, yang tak lain adalah Iel. Iel yang menyayanginya lebih dari sekedar sahabat menghibur Via ketika Via sedang mengalami kegalauan hati. Sampai ketika Iel dan Via akhirnya resmi pacaran. Dan lagi sikap Ilel yang romantis membuat Via melupakan penyakitnya itu. Bagaimana kelanjutannya?
***
22 Juni 2009
Dy maaf aku udah lama ninggalin kamu. Aku sakit lagi Dy. Aku mulai lemes buat jalan. Kadang buat ngebuka mata aja aku uah enggan Dy. Terlalu lemah kondisi aku sekarang ini. Darah udah mulai menetes di halaman kamu. Maaf Dy udah bikin kamu kotor. Maaf yah aku gak bisa jadi ‘majikan’ yang setia curhat sama kamu. Aku ini lagi di rumah sakit Dy. Tadi waktu aku mau mandi aku pingsan gak tau tepatnya kenapa. Dyyyyyyy, aku kangen Alvin :’( . sekarang dia terlalu sibuk sama Ify. Aku sirik Dy aku sirik. Aku sebel sama Ify karena dia udah ngerebut perhatian Alvin ke aku. Tapi……pantaskah aku masih sayang sama dia? Masih mengharapkan kasih semu itu? Padahal jelas-jelas ada Iel yang sayang sama aku. Ya Allah sulit sekali menjalani kenyataan ketika itu tidak sesuai harapan. Aku tau cinta tak harus memiliki, tapi terlalu sulit untuk mempraktekannya. Rasanya ingin menghapuskan istilah itu dan menggantinya bahwa cinta harus saling memiliki. Tapi itu mustahil. Toh kenyataan aku mencintainya tapi aku tak akan pernah memilikinya. Seharusnya aku bersyukur masih ada Iel yang masih tulus padaku. Maafin aku Yel aku belum bisa jadi pacar yang baik buat kamu. Aku gak tau apa yang bakal kamu ucapin waktu kamu tau semua isi hati aku. Seandainya kamu tau, kamu marah, aku siap Yel karena aku tahu aku udah jahat sama kamu. Tapi tenang Yel, aku selalu ngehargain kamu dan sedikit-sedikit aku mulai menanamkan perasaan aku sama kamu. Maaaf bukan aku gak mau nyoba lebih dalam buat sayang sama kamu, tapi apa harus 2 pria yang membuatku sakit jika aku sudah pergi? Cukup Alvin Yel yang bikin aku kadang gak rela buat ninggalin dunia. Kamu ngerti kan maksud aku Yel? Kamu sayang kan Yel sama aku? Tolong jangan paksa aku buat sayang sama kamu! Maaf kalau aku egois, tapi ini masalah hati. Aku takutttttt……..aku memikirkan kalau nanti aku pergi. Hanya itu Yel. Maaf kalau orang itu Alvin bukan kamu. Tapi kamu akan selalu dihati aku Yel, kamu orang yang paling pertama aku ceritakan pada malaikat ketika aku sedang ‘ditanya’ nanti. Udahan Yah dy, mungkin ini laman terpanjang aku. Aku udah pusing banget nih gara-gara darah keluar mulu. Ups sekarang jam….11 Dy, mamah keliatan capek banget gara-gara nungguin aku . untung besok hari minggu. Eh tapi apa alesan aku ke Iel dan yang lainnya? Gimana nanti deh. Udahan yah Dy aku mau tidur, biarin darah ini terus ngalir. See you :*
Alvin menangis. Menangis sejadi-jadinya. Rasa sesal berkecamuk di dalam benaknya. Rasa sesal yang bgitu dalam kini menghantuinya, mengapa ia baru tahu akan perasaan Via saat dia sudah pergi? Jalan hidup memang susah ditebak. Dia merapatkan lembaran diary itu ke pipinya. Seolah diary itu masih menyimpan halusnya tangan Via. Tapi yang dia raba bukan bagian yang bersih, tetapi bagian yang terkena tetesan darah. Sembari mengelus dengan pipi, dia berharap bahwa Via akan berada di sampingnya lagi. Dia lanjutkan membuka laman diary itu yang tinggal 2 lembar itu.
13 July 2009.
Hey Dy, kondisi ku mulai membaik tapi kebanyakan memburuknya. Tapi tapi tapi aku udah mulai kuat kok buat nulis dan gak sering mimisan lagi. Hu obatnya nambah banyak nih padahal gak usah minum obat juga gak apa-apa kali toh umur aku gak akan lama lagi. Iyakan? Eh aku ada kabar seneng nih, hari ini aku 2 bulan loh sama Iel. Tapi kita gak kemana-mana Dy. Kita cuma ke taman buat ngelukis. Tapi itu cukup buat hati aku seneng banget dan ngelupain semuanya. Seperti biasa, Alvin sibuk sama Ify. Tadi aku bercanda-canda sama Iel. Pulang sekolah langsung nyamperin aku ke kelas dan langsung nyulik aku hahaha bawa aku ke taman. Terus kita beli balon, di balon kita corat-coret pake spidol, aku nulis, ‘aku sayang sama Iel dan aku pengen jadi yang terbaik buat semuanya’, Iel langsung meluk aku waktu dia baca itu. Pelukannya hangat. Hangat sekali. Tapi aku ingin merasakan pelukan Alvin. Eeeeeeh mulai ngaco, aku bales meluk dia. Terus dia nulis , ‘aku sayang via dan pengen selalu bikin dia seneng.’ Aku tadi natap mata dia cukup lama. Dari sorot mata aku mencoba mendapat sorotan yang berbeda. Dan itu ada, entah apa, aku merasa tatapannya hangat, berbeda dari biasanya. Tapi ini membuat aku hangat. Spontan aku meluk dia. Gak tau kenapa. Mungkin sadar akan waktu aku gak mau nyia-nyiain waktu yang tinggal dikit lagi ini. Aku ingin selalu sama Iel walau dia bukan orang yang aku sayang. Tapi toh orang yang aku sayang seneng-seneng sama orang yang dia sayang. Orang yang besar orang yang mampu menerima kekalahan bukan? Apalah itu yang pasti aku seneng banget hari ini. Makasih ya Allah udah lumayan lama semenjak masuk rumah sakit aku gak kumat. Karena minum obat teratur kali yah? Tapi baguslah. Eh tadi balonnya kita terbangin. Terus aku sama Iel ketawa ketiwi. Segini dulu yah Dy, eh tulisan aku rada bagusan kan? Walaupun gak sebagus dulu ^^.
Dengan enggan Alvin membaa halaman terakhir ini. Melihat tanggalnya saja membuat Alvin mengumpulkan semua tenaganya. Itu 2 hari yang lalu. Sehari sebelum Via meninggal. Sempat-sempatnya dia menulis? ‘Via………jika ku sadari kau terlalu berarti untuk meninggalkan dunia ini’ batin Alvin.
12 Agutus 2009.
Keadaan aku hari ini udah ngedrop banget. Aku sempet koma selama 2 hari. Saat koma aku hanya menemui bayangan putih yang tak jelas arahnya. Dan hingga aku sadar hanya ada Iel dan Mamah disini. Mereka yang sejak itu menemaniku. Sahabat yang aku nantikan tak ada. Aku ingat! Sebelum koma aku sama Alvin sempet janjian mau jalan ke café coklat. Udah lama banget, apalgi semenjak Alvin jadian, kita gak kesana. Tapi yayayayayayaaaaaaaa Ify ngajak Alvin nemenin dia ke butik buat nyiapin gaun buat nikahan Kakaknya, Kak Shilla. Apa hak aku sih ngelarang? Dari situ aku lari ke taman. Aku bukan pacar yang baik buat Iel, diam-diam aku menangisi lelaki lain. Untung Iel lagi ke Bogor nengokin omanya. Kalau ada disini kan bakalan ketauan aku kalau aku ke taman, nangis lagi. Oh iya, kalau nanti aku udah gak ada, bilangin ke Iel dia harus nyari pengganti aku buat jagain dia yah Dy hehe. Hem Dy sebelumnya aku gak yakin bisa nulis dihalaman kamu di hari-hari berikutnya. Aku rasa ini laman terakhir aku. Makasih yah Dy selama ini mau jadi tempat curhat aku. Maafin kalau aku ada salah. Doain aku yah Dy, aku capek nih capek banget, rasanya buat ngedetakin jantung aja aku terlalu lemah. Doain aku Dy. Maaf nih yah sekali lagi lembaran kamu kotor sama darah sialan ini. Makasih :***************
***
To : Alvin jelek
Jadi ke cafe coklat?
From : Alvin jelek
Jadi dong. Setengah jam lagi lo harus ada di depan rumah gue
To : Alvin jelek
Dimana2 cowo kali yang nyamperin cewe
From : Alvin jelek
Bodo :p. mau gak?
To : Alvin jelek
Iyedeh. Tunggu gue aje
Via senyum-senyum membaca pesan dari Alvin, dia merasa mungkin ini terakhir kalinya dia bisa mengirim sms. Mungkin dia sudah mendapat kode dari Sang Pancipta. Tak mau memikirkan itu terlalu lama, dengan segit dia bersipa-siap. Setelah siap dia langsung pamitan dan ke rumah Alvin. Dia teriak dari pagar rumah Alvin, “alvinnnn!!!!!!!!!!!!!” kebiasaan yang sudah lama ditinggalkan. Terlihat Alvin sudah keren dengan kaos dan celana pendeknya tampak dari pintu rumahnya.
“Aduh Via gak usah teriak-teriak!.”keluh Alvin sembari menghampiri Via.
Via memamerkan deretan giginya, “Udah lama Vin gak teriak kayak gini.”jawabnya enteng.”Udah siap Vin?”lanjutnya.
“Hem sorry Vi.”wajah Alvin langsung berubah ekspresi, “gue mau nganterin Ify, gak apa-apa kan?”
Ingin rasanya Via protes disitu, berteriakmemaki Ify di depan sahabatnya itu. Tapi apa? Via hanya tersenyum yang baru saja Via buat dengan susah payah, “Oh yaudah gak apa-apa, gue ajak Ozy aja.”jawabnya enteng dengan senyuman yang dipaksa.
“Maaf banget yah Vi lain kali sehari full gue buat lo deh.”ujar Alvin, Via meringis, ‘kapan? Umur gue gak lama lagi Vin’ batin Via, dia memalingkan wajahnya.
“Santai aja lagi.”kata Via sembari menepuk pundak Alvin, dia tak berani menatap mata Alvin. “Gue cabut yah, Daaaaaah.”pamit Via yang langsung membalikkan badan untuk berjalan ke arah taman. Dia berjalan dengan tergesa-gesa. Ingin sampai di taman untuk….menangis. setibanya ditaman dia duduk di tempat dia menangis dulu akan perihal yang sama. Dia memeluk lutut dan membenamkan wajahnya. Air mata tak hentinya mengalir membasahi pipi dan menetes perlahan ke rerumputan.
“Ya Allah apa harus begini kalau sahabat kita pacaran? Apa harus sang sahabat yang menjadi korban kecuekan sahabat lainnya? Apa itu masih bisa dianggap sahabat? Aku gak tau berapa lama lagi di dunia, yang aku mau cuma ngabisin satu hari sama Alvin, apa itu gak bisa? Kenapaaaaaaaaaaa? Aku benci!!!!!!!!!!!! Kenapa gak bisa? Apa karena aku sudah punya Iel? Hanya ituuuuuuuuuuuuuu? Aku gak terimaaaaaa………..”Via terus berteriak dalam hati sembari terus menangis. Lama sekali dia menangis, ‘mungkin ini terakhir kalinya gue nangis disini’ batinnya lagi, tak lama pandangannya mulai kabur, darah segar mengalir dari hidungnya. Dia terjatuh dan tersungkur. Dia pingsan. Setengah jam setelah dia pingsan, Tante Ucie, ibunda Ozy lewat taman dan menemukan Via sudah tergeletak tak berdaya. Dia langsung membawa Via ke rumah sakit. Tante Ucie sudah tau mengenai penyakit Via. Setibanya di rumah sakit, Tante Ucie langsung mengabari Mamah Via. Tak lama mereka pun berkumpul dan menunggu dokter keluar dari ruangan. Akhirnya yang dinanti pun keluar dari ruangan.
“Keadaan Via gimana dok?”Tanya Mamahnya setelah dokter keluar dengan nada khawatir.
Dokter menghela nafas, “keadaannya sudah sangat kritis. Kita tinggal menguatkan diri saja dan banyak berdoa kepada Tuhan.”jawab si dokter. Mamah Via langsung menangis di pelukan Tante Ucie.
“Via masih koma dan akan kami pindahkan ke ruangan khusus. Harap keluarga mengurusi administrasi.”lanjut Dokter lalu pergi.
Mamah Via dan Tante Ucie terlihat shock melihat keadaan Via yang belum sadar-sadar juga. Dia koma. Kritis. Sekarat. Mamah Via baru terfikir untuk mengabari pacarnya, Iel. Diraihnya ponselnya dan segera mencari nama Iel di kontaknya. Beruntung dulu dia sempat menyimpan nomer Iel.
“Halo tan ada apa?”Tanya Iel diujung sana, terdengar nada heran.
“Kamu dimana Yel?”Tanya Mamahnya balik.
“Aku baru aja sampe Jakarta, kenapa tan?”
“Via dirawat Yel, keadaannya kritis, kamu bisa kesini?”
“Dimana tan rumah sakit mana?”Tanya Iel panic, dari nada suara tak bisa menyembunyikan bahwa dia benar-benar khawatir.
“Di rumah sakit pelita kamar nomer 309.”
“Iya tan Iel segera kesana.”
Klik. Telfon terputus. Kini Ibu Ucie dan Mamah Via sedang duduk di sofa, menemani Via. Ruangan Via sudah dipindahkan, bukan lagi di ruangan ICU, mereka memandangi Via dengan tatapan nanar. Tak tega melihat gadis yang amat mereka sayangi tergeletak tak berdaya. Mereka iba melihat kondisi Via. Tak lama kemudian, pintu kamar terbuka, Ozy dan Riko datang, mereka anak Bu Ucie sekaligus sepupu Via begitu melihat kondisi Via, Ozy langsung duduk di sebelah ranjang Via, diraihnya tangan Via, dia genggam tangan yang lemah itu. Dia usap pelan di pipinya.
“Kak Via harus kuat Yah, ada Ozy disini yang siap kakak lukis kapanpun. Ozy kangen kaka. Kaka janji yah sama Ozy buat bangun?”ujarnya lembut. Perlahan air mata mengaliri pipinya. Air mata yang sedari tadi sudah menumpuk di pelupuk matanya. Riko juga menatap Via dengan tatapan memberi semangat, dia tidak menangis walaupun matanya sudah berkaca-kaca. Tak lama Iel pun datang. Dia tak percaya ketika melihat Via terbaring lemah. Ozy menyingkir dan duduk di pangkuan ibunya, Tante Ucie. Iel duduk ditempat yang barusan Ozy tempati. Digenggamnya tangan Via kuat-kuat seolah dia ingin mentransfer seluruh tenaganya untuk Via. Dibelainya rambut Via dengan kelembutan. Ditatapnya Via dengan kehangatan. Tapi itu belum mampu membuat Via tersadar.
“Via sakit apa Tan?”Tanya Iel akhirnya, dia gak percaya kalau Via hanya menderita magh kronis.
Mamah Via menggeleng, seolah meminta Iel untuk tak membuatnya membeberkan penyakit Via, “biar Via yang bilang nanti.”jawabnya.
“Dari kapan Via disini tan?”Tanya Iel lagi.
“Jam 11 Yel.”jawab Mamah Via. Dia lihat jam, sekarang sudah jam 3 . Dia duduk di bangku samping tempat Via tergoler lemah, tanpa melakukan aktifitas yang lainnya. Mamah Via dan Tante Ucie berusaha menguatkan dirinya sendiri. Ozy dan Riko sudah pulang. Mereka tak kuat jika harus berlama-lama melihat sepupu mereka itu. Iel akhirnya tertidur di samping ranjang Via. Tangannya masih mengenggam erat tangan Via. Genggaman yang hangat.
Tante Ucie sudah pulang dari rumah sakit, kini tinggal Iel dan Mamah Via yang ada menemani Via. Belum ada tanda-tanda akan sadarnya Via. Iel terbangun. Diliriknya jam, setengah 10. dia melihat kalender di HP nya, tanggal 10 Agustus. Dia taruh lagi HP nya di meja. 3 hari lagi tepat 3 bulan ia dan Via berpacaran. Masih sebentar memang, tapi kenangan yang tergores terlalu banyak. Tiba-tiba mamah Via terbangun dari tidurnya.
“Nak Iel, lebih baik kamu pulang dulu. Kasian kamu baru pulang dari Bogor langsung kesini.”ucap Mamah Via dengan senyuman lalu mendudukan posisinya yang asalnya terbaring.
Iel mengangguk, “Iel pulang dulu yah Tan, besok pagi Iel langsung kesini kok. Ada yang mau tante titipin biar besok Iel bawain?”jawabnya. sangat enggan untuk meninggalkan Via barang 5 menit.
“Ngga usah. Udah tante titipin ke Tante Ucie.”jawab Mamah Via.
“Iel pulang dulu yah Tan, kalau ada apa-apa langsung hubungin Iel.”pamit Iel setelah mencium punggung tangan Mamah Via. Mamah Via mengangguk, Iel meninggalkan ruangan.
Iel membawa mobil dengan keadaan rapuh. Tak tega melihat kekasihnya tergeletak tak berdaya. Ingin rasanya mengganti posisi dengan gadis itu. Terlalu baik gadis itu untuk mengalami hal setragis ini. Mengapa takdir Tuhan terlalu kejam?
Keesokan harinya sekitar jam 9 Iel sudah berangkat menuju rumah sakit. Mamah dan Papah Iel sudah mengetahui kedaan Via. Mereka hanya bisa terus mendoakan Via yang terbaik. Setibanya di kamar Via, dilihatnya Mamah Via yang baru keluar dari kamar mandi. Wajahnya sudah lumayan segar, tapi lembabnya mata masih menempel di wajahnya. Iel bersalaman dengan Mamahnya Via.
“Tante sarapan dulu ya Yel di kantin, kamu udah sarapan? Mau sekalian tante beliin?”ujar Mamah Via sembari mengambil dompet di lemari.
“Iel udah sarapan tante dirumah. makasih”jawab Iel manis lalu melangkahkan kaki untuk duduk di sebelah ranjang Via.
“Tante nitip Via yah Yel.”pamit Mamahnya lalu pergi meninggalkan rungan.
Diraihnya tangan Via yang masih tergeletak lemah tak beraya. Dia usap lembut pipi Via. Dia rindu akan senyuman Via yang mempunyai lesung itu. Ia rindu suara, celotehan, dan keluhan Via. Dia rindu candaan Via. Tak terasa ia menitikan air mata. Walau tak deras. Yah, dia pria. Takutnya Via sadar dan melihat lelaki itu menangis. Dia menguatkan dirinya walaupun hatinya sendiri sudah meronta, tak kuat menahan lebih dalam lagi. Dia baru ingat akan sosok sahabat mereka yang lain. Diraihnya Hp lalu ia segera mencari kontak , “Alvin Jonathan” dia tekan tombol berwarna hijau lalu menunggu nada diangkat.
“Kenapa Yel?”Tanya Alvin yang sepertinya baru bangun tidur.
“Lo dimana Vin?”Tanya Iel balik. Tak menjawab pertanyaan Alvin.
“Dirumah. Kenapa?”jawabnya enteng.
“Lo tau Via dirawat?”Tanya Iel lagi, Alvin menegakkan badannya, “dia koma Vin.”lanjut Iel, nadanya lirih.
Alvin tercengang, dia tak mampu mengucap apa-apa lagi, “dari kapan?”
“Udah 23 jam.”jawab Iel, nadanya lemah. “Lo gak kesini buat nengok sahabat lo ini?”
Alvin bimbang, inikah yang namanya sahabat? Ketika sang sahabat jatuh sakit ia malah bersenang-senang? “Gue mau nemenin Ify ke pesta temennya Yel.”jawab Alvin merasa bersalah. ‘maafin gue Vi gue bukan sahabat yang baik.’
“Lo gak mau nengokin sahabat lo dari kecil ini Vin?”
“Sorry Yel gue ada janji sama Ify, ada lo yang bisa jagain dia. Maaf.”
“Tapi gue harap sebagai sahabat yang baik lo nengokin dia.”
“Gue janji gue bakalan nengokin dia.”janji Avin. Tanpa menjawab Iel langsung menutup telfonnya. Ingin marah rasanya mendengar jawaban Alvin tadi. Dia lebih mementingkan sang pacar daripada sahabat. Karena sebenarnya dia tahu….Via sangat menginginkan kehadiran Alvin saat ini. Ya, Iel sedikit tahu perasaan Via.
Sudah jam 5 sore. Iel masih setia menunggui Via. Mamah Via ijin pulang dulu untuk membenahi pakaian-pakaian Via. Iel tak bosan-bosannya hanya duduk disamping Via sembari mengelus-ngelus rambut, pipi dan tangan Via. Tak tahu apa yang harus dia ungkapkan untuk mengeluaran semua gurat kesedihan dan emosinya.
“Vi, kamu janji yah sama Aku kamu bakalan kembali bangun? Kamu bakalan ngelukis bareng sama aku? Kamu bakalan nasehatin aku? Kamu bakalan nyuruh aku makan kalau aku lagi males? Kamu bakalan nasehatin aku kalau aku lagi marah sama orang tua aku? Kamu mau kan Vi ngelakuin itu lagi? Bangun dong Vi, kasih aku satu senyuman dan bila perlu sebanyak-banyaknya yang kamu mampu. Jangan tinggalin aku. Kita bersama baru sebentar Vi. Aku pengen ngabisin banya waktu lagi sama kamu. 2 hari lagi kita 3 bulanan loh Vi. Aku nyanyiin lagi kmu lagu. Mau dimana? Di taman? Di café? Dimaa aja terserah kamu asal kamu janji kamu bakalan bertahan buat aku, buat semuanya. Kamu gak kasian sama Mamah kamu yang udah nangis itu Vi? Aku sayang sama kamu.”Iel akhirnya melontarkan kata-kata yang berkecamuk dia dalam otakya. Walau belum semuanya. Ia tak tahu harus berkata apalagi. Digenggamnya tangan Via kuat-kuat. Tak mau sedikit pun melewatkan denyut nadi Via.
Mamah Via sudah kembali ke rumah sakit. Iel pulang karena sudah pukul 7 dan dia juga harus beristirahat. Seperti kemarin, dia janji untuk kembali pada pagi hari di hari esok. Mamah Via tau apa yang sangat Via butuhkan. Dia membawakan Via diary nya. Diary yang tak pernah dibuka oleh siapapun selain dirinya. Mamah Via tau betapa besar arti diary itu karena diam-diam ia suka mengintip jika Via menulis diary itu sembari menangis, tersenyum.
Terbenam keraguan pada hati Iel, ragu akan kesembuhan Via. Dia sendiri tak tahu mengapa itu ada di benaknya. Apakah karena dia berfikir realistis? Mungkin dia harus lebih menguatkan diri. Sudah 47 jam Via tak sadar. Iel sekarang masih saja setia menunggui Via. Tak akan pernah rela kehilangan sedikit pun gerakan Via saat ini. Mamah Via pun iba melihat Iel yang sangat menyayangi gadisnya itu tak tahu apa-apa mengenai penyakit Via, yang ia tahu Via hanya koma. Hanya itu. Tanpa alasan yang pasti, ‘Vi, kamu bangun yah. Setidaknya kamu jelasin dulu sama semuanya apa yang terjadi sama kamu.’pesan mamahnya dalam hati sembari menatap Via dari sofa yang ia duduki.
Tiba-tiba Hp Iel yang di silent itu bergetar.
From : Alvin Jonathan
Gmn Via?
Sedikit emosi membaca pesan Alvin itu.
To : Alvin Jonathan
Masih koma . lo gak mau ksn?
From : Alvin Jonathan
Gue masih punya janji sama Ify, nanti malem gue kesana deh.
To : Alvin Jonathan
Emg Ify gak tau keadaan Via gmn?
From : Alvin Jonathan
Tau, tp gmana? Kita sibuk
Iel tak menjawab pesan dari Alvin. Setega itu kah sang sahabat yang dibilang sahabat sejati itu? Iel tertidur di sebelah Via. Tiba-tiba tangan Via bergerak, Iel langsung sadar karena sedari tadi dia mengeggam kuat tangan Via. Dengan sigap dia memencet bell rumah sakit. Tak lama dokter datang dan memeriksa keadaan Via. Mamah Via dan Iel menunggu cemas diluar kamar. Malam Via sadar, jam 8. untung masih ada dokter. Dengan sepenuh harapan mereka menunggu kabar baik itu datang.
“Kedaan Via mulai membaik. Sekarang dia sudah sadar. Tapi jangan membuat dia melakukan banyak gerakan.”ucap si dokter setelah keluar dari ruangan. Mamah Via dan Iel mengangguk dokter beserta para suster meninggalkan mereka dan mereka pun segera masuk ke dalam kamar.
“Ma…..mah…..I….el…..”ucap Via terbata-bata. Mamah Via mendekati Via dan mengelus lembut rambut Via. Iel tahu ini bagian terpenting untuk seorang ibu dan anak.
“Via, kamu harus bertahan yah?”ucap mamahnya sembari mengelus rambut Via. Via hanya tersenyum. Senyum yang mereka rindukan.
“Via gak janji Mah, Via capek.”jawabnya. suaranya sudah mulai stabil. Mamah Via mengeluarkan air mata. Iel mendekati ranjang Via.
“Kamu tahan yah Vi, demi kita semua yang sayang sama kamu.”pinta Iel dengan senyuman tulusnya walaupun sebenarnya ingin rasanya dia menangis seperti Mamah Via.
“Makasih ya Yel, aku tau kok kamu yang udah nungguin aku koma. Makasih banget. Maaf kalau waktu kita cuma sebentar.”ujar Via. Iel tak mampu menahan air matanya. Via melirik mamahnya yang masih mengeluarkan air mata. “Mamah jangan nangis ya, demi Via mah.”Mamah Via mengagguk. Via menghapus air mata Mamahnya dengan ujung telunjuknya.
“Mamah ke mushola dulu yah.”pamit mamahnya yang langsung bangkit pergi. Dia ke musola untuk mengucap syukur pada Allah atas kesadaran gadisnya itu. Dan meminta Allah untuk tidak mengambil putrinya secepat itu.
“Vi, kamu sakit apa?”Tanya Iel akhirnya, lalu dia duduk di samping ranjang Via.
“Aku kanker Yel kanker otak.”jawab Via enteng sembari terkekeh. Iel tercengang. “Alvin mana?”tanyanya ketika menyadari tidak adanya kehadiran Alvin.
“Alvin lagi sama Ify, mau aku suruh kesini?”Tanya Iel gesit sembari meraih HP nya yang ia simpan di kantung celananya.
Via menggeleng, “Gak usah. Mereka kan lagi seneng-seneng. Masa karena aku mereka malah ikutan kesusahan?”jawabnya lagi. Iel tersenyum miris. “Alvin sama Ify udah nengokin aku?”lanjutnya. Iel tak tega untuk melakukan ini, Iel menggeleng lemah. Via ingin menangis tapi buru-buru dia tahan dan langsung tersenyum.
“Aku suruh mereka kesini yah?”pinta Iel lagi.
“Gak usah. Asal ada kamu disini aku seneng kok. Maafin aku yah Yel buat selama ini. Makasih juga buat kehadiran kamu yang selalu ngebangkitin aku. Bilangin sama Alvin dan Ify maafin aku dan makasih buat semuanya” Iel tersenyum lagi. Ia senang akhirnya bisa mendapati suara merdu Via itu. Tapi ada sedikit keganjalan saat Via mengucapkan itu semua. “kamu tidur yah. Kamu pasti capek.”pinta Via. Iel menggeleng, “Aku mau nemenin kamu.”jawabnya. Via sedikit manyun, “nanti kamu sakit lagi terus gak bisa nemenin aku. Kamu tidur yah istirahat, aku gak mau karena aku sakit malah ngerugiin orang.” Akhirnya Iel mengangguk dan segera menidurkan kepalanya di sofa sebelah ranjang Via. Memang sudah sangat lelah tubuh Iel saat itu. Lelah batin dan lelah fisik. Akhirnya tak kurang dari 5 menit dia sudah tertidur pulas. Via menitikaan air mata ketika menatap wajah Iel yang sedang tidur itu, “maafin aku yah yel belum bisa jadi yang terbaik.”gumamnya dalam hati.
Keesokan harinya Iel bangun dan segera duduk di kursi sebelah ranjang ia. Terlihat Mamah Via maih tertidur di sofa satunya lagi. Mamah Via mengenggam diary Via, diary yang Via titipkan semalam setelah ia menulis untuk terakhir kalinya. Diary yang ingin Via tunjukan kepada sahabat-sahabatnya itu. Diary yang ia pesankan kepada Mamahnya untuk langsung ditaruh di laci mejanya. Via juga masih tidur. Tapi Iel melihat wajah Via sangat pucat. Tangannya dingin, terasa kaku. Tiba-tiba Mamah Via bangun dan segera menaruh Diary Via kedalam tas nya. Mamah Via tersenyum kepada Iel.
“Tante kok badan Via kaku?”Tanya Iel polos. Mamah Via langsung memencet bell rumah sakit. Dokter segera datang bersama para suster. Mamah Via dan Iel menunggu diluar.
“Via udah pergi.”ucap si dokter, lemas. Tak tega mengabarkan ini kepada saudara si korban. Mamah Via mengeluarkan air mata yang amat deras, lalu langsung masuk ke kamar Via dan mencium kening sang gadisnya yang sudah tiada itu. Iel tak mampu melakukan apapun. Dia lari ke taman rumah sakit. Tak ingin dia melihat wajah Via yang sudah di tutupi kain putih itu. Dia menangis sejadi-jadinya di taman itu. Dia membenamkan wajah di kedua lututnya yang ia peluk dengan tanganya. Masih belum bisa menerima kenyataan. Tepat 3 bulan ia dan Via pacaran yang terjadi Via malah meninggalkannya untuk selamanya. Tercetus keinginan untuk memaki sang pencipta. Mengapa Ia setega ini? Iel meringkuk. Menahan pedih atas kehilangan sang kekasih dan juga sang sahabat yang selama ini ia kenal sebagai gadis yang kuat, yang ceria, yang tak pernah mengeluh. Akhirnya ia mengangkat wajahnya. Diusapnya air mata yang menggenangi pipi dan kelopak matanya. Ia lupa akan satu hal, lupa memberi kabar kepada sahabatnya yang lain. Segera ia meraih Hp yang ditaruh disaku celananya.
“Vin….”ucapnya setelah sang objek mengangkat telfon dengan nada bergetar. Belum mampu mengatakan semua ini.
“Ada apa Yel?”Tanya si objek yang mulai panik karena nada si penelepon penuh kegelisahan.
“Via pergi………”jawab Iel tegas tetapi terdengar lirih . Alvin terbujur kaku di sebrang sana. Tak mampu mengatakan apa-apa lagi.
“Dimana Yel…”Tanya Alvin, lemah. Nyawanya sudah hilang sapruh. Hilang karena terlalu sedih mendengar semuanya.
“Rumah sakit pelita.”jawab Iel segit.
“Yel……serius?”Tanya Alvin memastikan. Ia belum mampu menerima kenyataan sebegini pahitnya.
“Ngapain gue bercanda mengenai hal ini Vin? Gue serius!”Iel mulai emosi. Ia sendiri masih terlalu lemah untuk mendengar berita ini apa lagi harus memberi tahu kepada yang lainnya. Alvin tak dapat berkata apa-pa. Hp yang semula ia genggam sudah terjatuh. Ia sendiri pun merosot ke lantai. Virus penyesalan sedang menerpanya. Membuat ia semakin merasa bukan seorang sahabat yang baik. “Maafin gue Vi gue gak bisa jadi sahabat yang baik. Gue gak ada disaat lo lagi lemah.”ujarnya sendiri yang berharap bahwa si Almarhumah akan mendengarnya. Tanpa banyak basa-basi dia segera ke mobil, melajukannya menuju rumah sakit.
Iel dengan gontai kembali ke ruangan Via. Sudah ada Ozy, Riko, Papah Via, Mamah Via, dan Tante Ucie mengelilingi tempat Via tertidur. Mereka sedang menatapi gadis itu. Saat Iel memasuki ruangan seketika semua yang mengelilingi ranjang Via menjauh, seolah mengerti arti Via untuk Iel. Iel mendekati ranjang Via. Ia buka kain putih yang menutup seluruh tubuh Via. Air mata terjatuh tepat ke pipi Via. Mengalir. Iel mengusap air matanya itu. Dingin. Pipi Via sangat dingin. Dia mengecup kening Via dengan air mata yang membanjiri kelopaknya. Ia genggam tangan Via dan dia cium pungung tangannya. Ia tersenyum pada Via, berharap apa yang ia saksikan hanyalah sebuah adegan sinetron. Tak kuat berlama-lama, ia segera menutup kain putih itu untuk menutupi wajah Via. Ia segera keluar ruangan dan duduk di kursi.
Alvin lari tergopoh-gopoh mencari kamar Via. Dilihatnya dari jauh seorang pria sedang menunduk, tanpa babibu dia menghampiri pria itu.
“Via dimana?”Tanya Alvin, wajahnya pucat pasi.
“Di dalem Vin.”jawab Iel tanpa menatap Alvin. Alvin segera memasuki ruangan itu, sekali lagi, orang-orang menyingkir saat datangnya Alvin. Alvin membuka kain putih yang menutupi sahabatnya itu. Air mata mengalir lagi, tak mampu ia tahan. Kedua kalinya ia mengalami kehilangan. Ibunya dan sahabatnya. Diraihnya tangan Via yang sudah tak berdaya, dia genggam sekuat tenaga untuk meluapkan rasa sesalnya.
“Maafin gue Vi. Gue bukan sahabat yang baik buat lo. Gue bukan sahabat sejati buat lo. Gue gak ada disaat lo butuh gue. Gue gak mentingin lo. Gue lebih mentingin pacar gue dibanding sahabat gue yang jelas-jelas selalu ada buat gue kapanpun gue butuh. Gue tau keadaan lo kritis tapi gue gak nengokin lo sampe akhirnya gue gak bisa ngeliat senyum lo buat terakhir kalinya. Sedangkan semua perlakuan lo ke gue? Semua sangat cukup Vi. Lo yang bikin gue bangkit saat nyokap gue pergi, lo yang nenagin gue kalau gue berantem sama bokap. Lo selalu ada disaat gue butuh lo biarin itu tengah malem. Maaf gue belum nepatin semua janji gue ke lo. Vi, kenapa harus secepat ini? Gue masih pengen ketawa bareng lo, bercanda, ngobrol, jalan, main, nyanyi, nonton kartun bareng lo. Gue belum siap kehilangan lo Vi. Kenapa semua berlalu begitu cepat sampai akhirnya rasa sesal menyelimuti gue? Gue belum nepatin janji gue buat nemenin lo seharian. Belum Vi. Maafin gue selama ini yah Vi, gue udah ngecewain lo. Makasih banyak udah bikin hidup gue lebih berwarna. Mungkin nanti lo bakal ketemu nyokap gue di surga. Titip salam buat dia Vi.”tutur Alvin panjang lebar. Air mata mengalir deras di pipinya. Ozy, Riko, Tante Ucie, Papah Via, dan Mamah Via yang ada disitu terduduk lemah di sofa. Mereka semua menangis. Mamah Via sudah tak berdaya. Apalagi ketika mereka melihat pesan terakhir dari sang sahabat. Dikecupnya kening Via oleh Alvin.
Alvin dan Iel keluar. Ke taman depan rumah Iel. Ify sedang di Bandung, jadi dia tak bisa menemani mereka saat ini. Ify juga merasa kehilangan sahabatnya itu. Iel dan Alvin terdiam. Bingung. Besok adalah pemakaman sahabatnya itu. Mereka tak tahu apakah mereka kuat mendatangi prosesi itu? Mereka tersenyum menatap langit-langit. Sepertinya Via sedang melarang mereka untuk menangis dari langit sana.
“Vin, kita yang kuat yah.”ujar Iel akhirnya sambil tetap memandang langit. Meyemangati dirinya dan Alvin. Padahal hatinya pun masih galau.
“Iya Yel, gue tau Via bakalan lebih sedih kalau tau kita malah nangisin dia.”jawab Alvin lalu menoleh ke arah iel.
Iel menoleh juga ke arah Alvin dan tersenyum, “untuk sahabat kita. Kita akan selalu kuat. Hadapi dunia dengan senyuman.”teriak mereka berdua. Mereka lalu tertawa untuk melampiaskan semuanya. Melampiaskan segala amarah yang tertanam di benak. Kini Via bisa tenang karena melihat 2 sahabat yang paling berarti itu tidak lagi terpuruk akan kepergiannya.
No comments:
Post a Comment