Thursday, May 27, 2010

Diary Sivia season 2

10 April 2009.
Aku lagi pengen ngebahas Alvin nih. Cukup lancangkah aku mencintainya? Mencintai seorang lelaki yang kutahu jelas sudah dimiliki seorang wanita? Mencintai seseorang yang menganggapku sebagai sahabat terbaiknya? Aku sendiri tak tahu mengapa Tuhan lagi-lagi memberiku cobaan begitu berat. Cobaan yang aku terlalu ragu untuk menjalaninya. Tuhan memberiku ‘sesuatu’ yang terlalu ‘wah’ karena aku sendiri belum yakin dengan perasaan ini. Anugrah yang terlalu berat untuk aku pikul. Sungguh aku tak pantas mendapat anugrah ini bahwa kenyataan hidupku tak lama lagi. Aku hanya ingin meminta kepada Tuhan, biat penyakit ini menjalari tubuhku, tapi hilangkangkanlah anugrah ini sebelum menjalari tubuhku lebih jauh. Perasaan ini lebih menyakitkan dari penyakit laknat ini.

***

30 April 2009

Dy maaf yah kamu lama aku tinggalin. Dy tau gak? Hari ini tepat 15 tahun aku sama Alvin nentuin hari persahabatan kita. Biasanya kita selelu ngerayain itu walau cuma jalan benataran. Tapi……… kali ini ngga. Tadi pagi padahal udah kita siapin, tapinya Ify ngajak Alvin jalan. Jadilah Alvin jalan sama Ify. Serius aku gak munafik aku benci sama Ify kalau gini caranya! Gue udah nyoba ikhlas ngerelain Alvin buat Ify, tapi apa ia aku gak boleh jalan sama Alvin lagi. Aku nangis Dy waktu itu. Terlebih waktu abis kejadian Alvin ninggalin aku, aku pingsan karena penyakit laknat itu. Untung ada Irsyad disitu yang langsung nelfonin mamah buat jemput aku. Tapi apa? Apa Alvin peduli saat aku baru ngalamin masa kritis gini? Oke aku koma cuma buat 4 jam, tapi waktu Alvin dikasih tau sama mamah kenapa dia gak nengokin aku malah tetep jalan sama ify? Untung ada iel yang nemenin aku dari tadi. Dia belum tau penyakit aku. Dia kira magh ku kambuh. Aduh Dy, udahan yah, darahnya keluar terus dari idung, jadi aja halaman kamu penuh darah. Aku nulis ini di rumah sakit nih besok pagi juga aku pulang hihi


***

“Vin hari ini jadi jalan kan? Ke café tempat biasa.”ujar Via setelah ia menghampiri Alvin di depan kelasnya. Alvin terlihat bimbang.
“Sorry Vi gue gakbisa.”ujar Alvin ragu, dia tak berani menatap mata Via karena dia merasa bersalah.
Tiba-tiba penyakit Via kambuh, rasanya sakit. Sangat sakit. Ia tahu bagaimana rekasi Alvin jika mengetahui apalagi reaksi yang ia keluarkan saat menahan sakit,”kena…pa Vin?”Tanya Via terbata menahan sakit.
“Gue mau cabut sama Ify, gak apa-apa kan?”Tanya Alvin tak enak hati. Via tersenyum miris.
“Gak apa-apa. Udah sana kasian Ify kayanya nunggu lo di parkiran deh.”jawab Via yang sebenarnya ingin Alvin segera meninggalkan dia.
“Maaf banget yah Vi.”pinta Alvin sekali lagi. Via mengangguk dan tersenyum sambil mendorong Alvin untuk segera pergi. Ketika terlihat Alvin sudah tak ada dari pandangannya. Dia terkulai lemas di bangku yang tadi Alvin duduki. Ia membiarkan darah mengalir dari hidungnya, lalu….dia pingsan. Untung Irsyad masih ada disekolah untuk mengurus futsal. Ia langsung meraih HP Via dan segera menelepon Mamah Via. Sekitar 10 menit kemudian Mamah Via datang dan membawa anak gadisnya itu ke rumah sakit. Waktu sudah menunjukan jam 6, sudah 3 jam Via koma. Tapi dia belum sadarkan diri. Kata dokter ini akibat terlalu banyak fikiran, bukan kelelahan fisik. Tak lama Via sadar.
“Mah.”ucap Via lirih memandangi seluruh penjuru kamarnya. Mamahnya yang sedari tadi menangisi Via langsung menghapus air mata dan segera tersenyum.
“Kamu udah sadar sayang?”Tanya Mamahnya yangtak bisa menyembunyikan rasa bahagia, Via mengangguk kecil diiringi senyuman tipis. “Sakit?”Tanya Mamahnya lagi. Via menggeleng.
“Mah telfonin Iel sama Alvin dong, Via bosen disini sendirian, Via pengen sama mereka disisa hidup Via.”ucap Via lirih. Mamahnya tambah menangis. Diraihnya HP Via yang tergoler disamping ranjang. Dicarinya kontak Alvin lalu langsung memencet tombol hijau. Sengaja tidak di loudspeaker karena Mamahnya masih menjaga privacy anaknya. Ia mendekatkan HP Via kearah telinganya.
“Halo Vin.”ucap Via dengan suara bergemetar setelah telefonnya diterima oleh Alvin.
“Kenapa Fy?”Tanya Alvin yang sebenarnya masih bersama Ify disebuah Mall. Tapi dia sengaja menjauh dulu dari tempatnya duduk bersama Ify
“Lo bisa nemenin gue ga? Gue dirumah sakit.”ujar Via langsung. Alvin mendengar itu langsung panik.
“Lo sakit apa Vi?”Tanya Alvin. Terdapat nada kekhawatiran. Via tersenyum mendapati Alvin mengkhawatirkannya.
“Cuma magh gue kambuh. Lo bisa kesini. Gue bosen.”pinta Via lagi dengan nada manja. Alvin melirik ke arah Ify yang sangat menikmati suasana mereka yang sedang berduaan. Bukan hal baru karena hampir setiap hari mereka selalu jalan. “Lo lagi sama Ify yah?”tebak Via, padahal hatinya ingin mendengar jawaban tidak.
“Iya Vi, sorry ya.”jawab Alvin, kedua kalinya dalam hari ini ia merasa tidak enak pada Via.
“Sorry Vi gue gak bisa nemenin lo padahal lo lagi dirawat. Padahal gue sama dia sering banget jalan tapi…..”
Via memutus ucapan Alvin,”Gue ngerti kok. Temenin Ify yah.”ujarnya lembut dengan suara lemas.
“Maaf yah Vi, gue gak bisa jauh-jauh sama Ify.”ujarnya. seketika Via langsung menggeleng dan membuat Mamahnya memencet tombol merah, mengakhiri telepon.
“Mamah ke kantin dulu ya, kamu gak apa-apa ditinggal?”Tanya Mamahnya yang memang belum makan dari tadi karena sibuk menangisi Via. Via menggeleng.”Mamah makan dulu aja. Tapi tolong sms ini Iel suruh kesini yah.”jawabnya. Mamah nya pun pergi meninggalkan Via.
Setelah Mamahnya menutup kenop pintu Via menangis. Menangis sejadi-jadinya. Alvin lebih memilih Ify dari pada dia. Saat sedang berusaha tersenyum kembali, pintu kamar Via diketuk oleh seseorang.
“Masuk”teriak Via. Si orang itupun masuk ke dalam ruangan dan tercengang melihat kondisi Via.
“Lo sakit apa Vi?”Tanya si pria yang sekarang sudah berdiri di sebelah ranjang Via.
“Magh gue kronis Yel, jadi ya gini.”alasan Via. Dia menutupinya. Untung Iel percaya.
“Alvin sama Ify gak kesini?”Tanya Iel yang melihat Via sendirian.
“Mereka lagi pacaran. Hahaha.”jawab Via dengan tawanya yang miris. Iel ikutan tertawa padahal ia sadar tawa Via dipaksakan. Tak lama Mamah Via pun datang dan akhirnya mereka bertiga mengobrol sampai jam setengah 9 malam Iel memutuskan untuk pamitan.

***
Masih terlihat jelas bekas darah di halaman itu. Warnanya merah pudar. Mungkin karena sudah lumayan lama. Alvin sekali lagi mengeluarkan air hangat dari balik matanya karena menyesali apa yang telah ia lakukan pada sahabatnya itu. Tapi…apakah perlu penyesalan itu jika semua sudah benar-benar terlambat?

8 Mei 2009.

HOW FUCK LIFE IS MY DIARY!!!!!!!!!. Lagi-lagi tadinya aku udah mau jalan sama Alvin . dia janji mau nganterin aku buat beli komik dan dia juga seneng banget pas aku tawarin karena dia mau beli komik juga. Tapi gara-gara Ify semuanya gagal! Well, aku jadi benci sama dia Dy, gak tau kenapa. Mungkin karena pas banget tiap aku punya rencana sama Alvin dia selalu aja dateng dan Alvin lebih milih sama dia dibanding ama ak Dyyyyyyyyyyyyyyyyy! Tapi aku gak berhak benci! Please God make me understand that Ify is Alvin’s girlfriend. Udah udah aku gak boleh benci sama dia karena dia ga salah! Emang Ify kan pacar Alvin. Iyakan? Jadi Alvin pengen ngelakuin yang terbaik buat Ify, iyatoh? toh kalau Alvin ada apa-apa juga Ify yang selalu ada buat dia bukan aku -sekarang, kalau dulu ya aku-. Tapi tadi pas di taman tiba-tiba Iel dateng Dy dan nyanyiin lagu buat aku. Ngena banget deh lagunya. Dia nyanyi sambil ngegitar. Pas banget kan? Kayaknya pas aku lari ke taman dia liat terus langsung ngambil gitar buat ngehibur aku *weleh aku PD banget yah Dy? Aku nangis dibahu dia. Untung dia gak nanya kenapa aku nangis. Iel emang sahabat yang teopebegete deh.

***

Via langsung bersiap-siap untuk pergi ketika melihat jam dindingnya sudah menunjukan pukul 13.12 . hari ini hari Minggu. Dia sudah janjian sama Alvin buat pergi ke Gramedia. Udah lumayan lama mereka gak jalan berdua -sebagai sahabat, pastinya. Setelah siap dia langsung kerumah Alvin yang notabene sebelah rumahnya. Diketuknya pintu rumah Alvin, tak lama Alvin keluar dengan wajah penuh penyesalan.
“Udah siap Vin?”Tanya Via tanpa aba-aba. Wajah Via terlihat ceria. Dia rindu hang out bersama sahabatnya satu ini.
“Sorry Vi, gue mau nganterin……”belum selesai Alvin berbicara sudah muncul Ify dari dalam rumah Alvin. Via menatap heran.
“Sorry banget yah Vi gue minta anter Alvin buat milihin kado buat Kaka gue, gak apa-apa kan Vi?”jelas Ify akhirnya dengan wajah penuh memelas, ‘dia lagi dia lagi huuuuuh sabar Vi’
“Oh. Iya gak apa-apa kok.”jawab Via sok kuat padahal hatinya ingin memberontak.
“Beneran gak apa-apa?”Tanya Alvin memastikan keadaan sahabat tersayangnya itu.
“Ya gak apa-apa lah. Kita kan jalan bisa nanti-nanti Vin.”ujar Via santai dimulut tak santai dihati.
“Kalo lo mau lo ikut aja Vi, kita jalan bertiga, gimana?”tawar Ify polos. Va mengernyitkan dahi. Alvin menatap Ify heran. Ify tidak bereaksi.
“Ngga gak usah. Udah yah gue duluan gue ke mau kerumah Ozy aja tadi dia minta gue temenin di rumahnya.”ucap Via beralasan. Ozy sepupu Via yang rumahnya sebelahan dengan rumah Iel.
“Maaf banget yah Vi gue jadi gak enak.”kata Alvin lagi sambil menepuk bahu Via.
Via tersenyum, rasanya Alvin telah memberi semangat pada Via saat dia menepuk bahunya , “Oke no problem. Bye.” Via melangkahkan kaki keluar rumah Alvin dan langsung menuju taman. Dijalan dia menahan tagisnya. Masa iya dia harus menangs dijalan seperti ini? Bisa dianggap orang gila dia. Dia berlari menuju taman. Tak kuat untuk lebih lama lagi membendung air mata ini. Setibanya ditaman dia langsung duduk di bawah pohon, padahal disitu ada kursi tapi ia memilik duduk dirumput.
Ia menangis. Menangis sejadi-jadinya. Semua yang ada dibemak ia keluarkan, tapi hasilnya, air mata yang keluar hanya 2 tetes. Ia berfikir terlalu picik menangis diatas kesenangan orang lain. Eh tapi hey? Bukankan terbalik? Terlalu picik jika kita bersenang di atas penderitaan orang? Begitukan? Tidak untuk Via. Dia harus ikutan senang pada sahabatnya walau hatinya meringis meminta ampun. Dia sekarang hanya melamun sambil bergumam yang tak jelas. Ia mencoba menangis lagi, tak ada air mata yang keluar. Ia takut untuk mengeluarkan air mata itu. Bimbang, itulah perasaannya. Apa yang Alvin katakan jika ia menangis sekarang ini? Tapi apa yang bisa hatinya katakan jika ia hanya menahan air mata ini? Ia merutuki dirinya sendiri, tanpa suara. Tiba-tiba seseorang dari arah belakang Via mengalunkan sebuah lagu diiringi dengan gitar.

Engkau yang sedang patah hati
Menangislah dan jangan ragu ungkapkan
Betapa pedih hati yang tersakiti
Racun yang membunuhmu secara perlahan
Engkau yang saat ini pilu
Betapa menanggung beban kepedihan
Tumpahkan sakit itu dalam tangismu
Yang menusuk relung hati yang paling dalam
Hanya diri sendiri yang tak mungkin orang lain akan mengerti
Disini ku temani kau dalam tangismu bila air mata dapat cairkan hati
Kan kucabut duri perih dalam hatimu
Agar ku lihat senyum ditidurmu malam nanti
Anggaplah semua ini satu langkah dewasakan diri
Yang tak terpungkiri juga bagi engkau yang hatinya terluka
Di peluk nestapa bercanpur derita
Seiring saat keringnya air mata
Tak mampu menahan pedih yang tak ada habisnya
Engkau yang sedang patah hati
(Last Child - Pedih, kalau mau download nih link nya http://4shared.com/audio/nUcwR7j6/Last_Child_-_Pedih.htm hehe sekalian promosi band kota ku wkwkwkw )
Orang itu bernyanyi seolah mengerti semua kegundahan hati Via. Via menikmati alunan musik itu. Sederhana tapi begitu menyayat. Akhirnya dia menengok pada si pelaku. Dilihatnya Iel sedang tersenyum kearahnya sambil memegang gitar. Via balas tersenyum padanya. Iel menghampiri Via dan duduk di samping Via.
“Gue gak tau jelas apa masalah lo. Tapi yang pasti kalau lo lagi nangis pasti lagi sakit hati kan? Sakit hati bukan karena cinta doang kan? Banyak kan?”Tanya Iel bertubi-tubi. Belum sempat Iel menjawab Via menyandarkan kepalanya dibahu Iel. “Nangis aja Vi, jangan ragu buat ngeluarin air mata lo. Nangis itu perlu kalau lo lagi bener-bener sedih. Jangan dipendem seterusnya. Keluarin semuanya.”lanjutnya. Iel dapat merasakan air hangat yang berjatuhan dari air mata Via. Ditengoknya Via sedang menangis. Menangis setangis-tangisnya.
“Thanks yah Yel, walaupun lo gak tau masalah gue apa.”ujar Via sembari tertawa kecil. Bukan tawa yang Iel dapat, tapi rintihan.
“Sama-sama Vi, sebagai sahabat gue harus selalu ada disamping lo lah.”jawab Iel enteng, padahal dalam hatinya ia ingin sekali menghapus air mata Via itu. Air mata yang mengotori kecantikan Via. Ia ingin menemani Via menanggung masalah ini. Ia ingin mengurangi beban Via. Tapi, siapa dia? Tak lebih dari seorang sahabat. Kurang lebih 5 menit mereka berdiam-diaman. Iel membiarkan Via menangis dulu. Sepuasnya. Sampai akhirnya Via bersuara kembali.
“Lo emang sahabat terbaik gue.”ujarnya setelah mengangkat wajahnya dan telah menghapus air matanya. Mencoba tersenyum, tapi kesan sedih malah yang terpancar.
“Bukannya Alvin?”Tanya Iel menggoda. Raut wajah Via yang tadinya mencoba tersenyum kembali lemas.
“Kalian bertiga,sama Ify, sahabat terbaik gue.”jawab Via segera. Tak ingin mendapat pertanyaan.
Iel mengangguk , “Alvin kemana Vi? Biasanya bareng mulu sama lo. Apalagi kalau lagi bertiga, gue lo dia, pasti gue dikacangin gara-gara kalian berdua mulu.”
Via nyengir, tapi kembali lemas.”Itu kan dulu beda sama sekarang.”kata Via. Dia bangkit dari duduknya disusul dengan Iel. “Gue balik yah. Thanks sekali lagi Yel.”ucapnya sabil berlalu meninggalkan Iel.
“Buat lo apa yang engga Vi.”ujar Iel lirih. Tak dapat di dengar siapapun. Dia pandangi Via dari belakang yang lama kelamaan menghilang, menjauh.
“Sorry Yel gue belum bisa ngebales perasaan lo.”batin Via.

***
13 Mei 2009.

Dy how beautiful life is! Hari ini….hari ini aku jadian sama Iel. J.A.D.I.A.N!!!!!!!!!! aku sendiri gak tau kenapa mutusin buat nerima dia sebagai pacar aku padahal jelas kalau aku cuma nganggep dia gak lebih dari sahabat aku. Perasaan lebih aku cuma buat Alvin huhu sedih banget harus ngakuin ini. Tapi ya hati nurani aku bilang apa salahnya nerima Iel toh dia baik banget sama aku? Dan aku sayang kan sama dia? Lagian gak ada alesan yang terlalu bisa menguatkan buat nolak dia. Huuuuuuuuuuu aku seneng banget deh Dy. Tapi tapiiiii Alvin ngedukung banget aku jadian. Sedikit sedih sih. Tapi buat apalah? Udah ada orang yang sayang sama aku apa perlu aku sia-siain gitu aja? Ngga kan? Dan aku mau makasih banget sama Allah, udah seminggu ini penyakit aku gak kumat seneng banget deh ihihi. Udahan yah Dy eh maaf tiap aku nulis gak pernah panjang. Thanks ^^

***

Via hari ini janjian sama Iel, hari ini hari Jum’at. Iel ngajakin Via buat ngelukis bareng di taman. Mereka emang punya hobi yang sama, yaitu ngelukis. Udah lumayan lama mereka gak ngelukis bareng, jadi ya Via ayo ayo aja waktu Iel ngajakin.
“Janjian jam setengah 4 aja yah Vi di taman.”ajak Iel ketika mereka sudah mau pulang sekolah. Alvin dan Ify berpandangan curiga. Iel yang menyadari itu angkat bicara, “kita cuma mau ngelukis bareng, iya gak Vi?”
Via mengangguk,”Emang kenapa sih kalau gue mau ngapa-ngapain sama Iel juga?”Tanya Via. Iel gelagapan. Alvin cuma cengengesan.
“Ya gak ada apa-apalah Vi.”jawab Ify.
“Yaudah yuk balik.”ajak Iel akhirnya. Seperti yang sudah-sudah, Ify dianter sama Alvin. Iel pulang sendiri naik motornya sedangkan Via bawa mobilnya. Padahal sebelum mobil Via sembuh dia selalu dianter jemput sama Iel.
Via menyiapkan peralatan lukisnya. Semua sudah lengkap. Dilihatnya jam sudah menunjukan pukul 3.25 menit. Dia pun langsung berpamitan ke Mamahnya buat ke taman. Sesampainya di taman sudah terlihat Iel yang lagi nyiapin alat lukisnya.
“Udah lama Yel?”Tanya Via dari belakang. Iel berbalik mengikuti langkah Via, lalu Via duduk disebelah Iel.
“Hem 5 menit lah.”jawab Iel enteng.
“Lo nya aja yang kecepetan.”ujar Via gak mau dibilang ngaret.
“Hehehe.”Iel nyengir.
“Eh tema nya apa nih ngelukisnya?”Tanya Via sembari mengeluarkan alat lukisnya.
“Kita kan belum pernah Vi ngelukis wajah, apalagi gak ada sketsa nya, gimana kalau kita ngelukis wajah seseorang yang paling kita sayang? Pasti paling diinget kan tuh?”ceroscos Iel, Via manggut-manggut mengerti.
“Oke. Kita misah yah. Gua disini lo di bangku.”jawabnya sambil menunjuk bangku yang berjarak 3 meter darinya. Via emang gak mau kalau lagi ngelukis dilihatin.
“Sip.”Iel pun memindahkan barangnya. Mereka berkutat dengan lukisan mereka masing-masing. Berfikir keras mengingat setiap lekuk wajah sang objek yang tak ada dihadapan mereka. Sejam kemudian mereka telah selesai.
“Selesai.”sorak Iel dan Via bersamaan. Mereka berpandangan sesaat lalu tertawa.
“Hahaha bareng.”ujar Via. Iel mengangguk dan menghampiri Via dengan keadaan menutupi lukisannya.
“Lo duluan dong Yel yang nunjukin lukisannya.”bujuk Via udah penasaran sama hasil lukisan Iel. Diintipnya lagi hasil karyanya, ‘lumayan’gumannya dalam hati.
“Ladies first dong.”ujar Iel. Alasan saja!
“Yaudah deh nih gue liatin.”jawab Via. Dia memperlihatkan lukisannya kepada Iel, tak jauh yang Via lukis adalah Mamahnya sendiri. “Nyokap gue. Pahlawan gue.”lanjutnya.
Iel menatap Via heran,”alesannya apa lo ngelukis nyokap lo?”
“Ya karena dia pahlawan gue, gimana sih?”jawab Via lagi,”Lo dong sekarang yang nunjukin.
Dengan berat hati Iel memperlihatkan hasil lukisannya,”Maaf Vi kalau jelek.”
“Kok gue Yel?”Tanya Via gak percaya. Dia mengelus lukisan Iel.
“Ya karena gue sayang sama lo.”jawab Iel enteng. Via menatap Iel kaku. “Gue sayang banget Vi sama lo, gue tau kita cuma sahabat. Tapi perasaan gak ada yang tau. Lama-lama gue jadi sayang sama lo. Dan itu lebih dari sahabat.”tuturnya jelas. Iel menghela nafas seolah semua beban yang dari tadi menimpanya sudah hilang. Via menatap Iel seolah ingin mendapat jawaban lebih,”Gue sayang sama lo Vi, dengan berjalannya waktu gue semakin sayang sama lo dan gue sendiri gak tau apa alesan yang tepat buat semuanya.”lanjutnya seolah memperjelas keingin tahuan Via.
“Lo serius Yel?”Tanya Via. Hanya itu yang mampu ia ucapkan.
“Emang muka gue keliatan lagi bercanda?” Iel menatap Via dengan tatapan lebih dalam. Via menggeleng. “Lo mau jadi cewek gue Vi?”
Via tertegun. Berusaha menyadarkan fikirannya bahwa apa yang baru ia dengar itu nyata, ‘gue cuma nganggep lo sebatas sahabt gue Yel. Lo baik banget sama gue dan gue sayang benget sama lo. Tapi ya itu tadi, hanya sebatas sahabat. Emang belakangan semenjak Alvin sama Ify jadian lo lebih ada buat gue, tapi gue masih ragu buat nerima lo. Tapi apa setega itu gue sama sahabat gue sendiri?’ucap Via dalam hati. Dia menunduk tak berani menatap wajah Iel.
“Gak apa-apa kok Vi kalau lo nolak gue. Kita masih tetep sahabatan kan?”ujar Iel mulai pasrah. Tiba-tiba entah ada anugrah dari mana Via mengangguk dan berkata, “iya, gue mau jadi cewek lo.” ‘gue gak mungkin setega itu sama sahabat gue, dan gue ingin belajar mencintai seseorang yang udah tulus cinta sama gue’ batin Via.
“Serius vi? Kamu mau jadi cewek aku?”Tanya Iel lagi, kali ini sudah ber aku-kamu.
“Iya Iel aku mau jadi pacar kamu.”jawab Via tegas dengan senyuman di bibirnya. Dia senang melihat sahabatnya senang karenanya. Hanya itu yang ingin ia lakukan di sisa hidupnya, membuat semua orang bahagia karenanya.
“Makasih yah Vi.”ujar Iel. Via mengangguk. Lalu mereka pun bersenda gurau di taman. Via berharap semua rasa sakit yang menerpanya hilang ketika ia sedang merasakan keindahan dicinta bersama Iel.

***

Alvin tersenyum membaca diary itu. Alvin senang ketika tahu kabar bahwa Iel sudah jadian sama Via. ‘gue tau Vi Iel lebih baik dari gue’ ujarnya pelan. Dilihatnya, tinggal 4 lembar? Dan terlihat tulisan tangan itu semakin lemah. Alvin melanjutkan membacanya.

22 Mei 2009

Hey Dy mau berbagi cerita menyenangkan nih. Hari ini pertama kalinya aku jalan sama Iel berdua sebagai sepasang kekasih. Iyuuuh geli sih kalo sadar. Tapi kan itu emang kenyataan kan? Yah dikit-dikit aku harap aku bisa ngelupain Alvin dan bakalan jadi sayang sama Iel. Amin. Tadi kita makan di café gitu terus dia nyanyi dy buat aku. Dia nyanyi di sidebar café gitu uhm sosweet baget! Aku malu banget diliatin semua orang yang ada di café. Tapi aku seneng bangetttttttttt! Makasih yah Yel buat semuanya. Betewe Alvin nih, semenjak aku jadian sama Iel, Alvin makin lengket deh Dy sama Ify. Emang sih disekolah kita selalu berempat tapi tetep aja mereka lebih deket iyuh aku aja ama Iel gak kayak gitu. Ehm well aku gak suka yang lebay hahahah tapi bodo amat lah yang ada tambah sakit hati kalau mikirin perasaan aku ke Alvin. Udah ada Iel ngapain masih mikirin yang gak ada ? iyakan? Hehe thanksyou Dy eh aduh maaf yah tulisan aku jelek banget akhir-akhir ini. Aku jadi susah buat ngegerakin tangan Dy, mungkin karena penyakit aku ini kali yah. Aku udah siap kok dy buat semuanya aku cuma gak siap sama mereka yang alu tinggalin. Papai :)

***

Via sudah siap dengan pakaiannya. Dia sudah terlihat cantik. Ya, dia memang sedang menunggu Iel menjemputnya untuk pergi. Baru saja turun dari kamarnya, suara mobil Iel sudah terdengar. Dengan gesit Via membuka pintu untuk menyambut sang pangeran.
“Udah siap?”Tanya Iel ketika diabaru saja melihat Via.
Via mengangguk sebari mengulaskan senyuman, “pamit dulu sama mamah.”ajaknya. Iel mengangguk. Dia pun mengikuti Via masuk ke dalam rumahnya.
“Maaaaah.”teriak Via dari ruang tamu karena tak tahu dimana posisi sang mamah. Tak lama si Mamah datang.
“Eh ada Iel.”ucap si mamah ketika sudah di ruang tamu. Iel tersenyum dan langsung mencium punggung tangan mamah Via.
“Via nya aku pinjem dulu ya Tan.”ijin Iel. Via terkekeh.
“Iya jagain yah Via nya jangan sampai lecet.”pesan Mamahnya sembari bercanda. “Via bawa obat yah.”lanjutnya sembari mengalihkan pandang menuju Via. Via terlihat kaku.
“Obat apa Tan?”Tanya Iel curiga.
“Obat Magh Yel biasa.”jawab Via gesit. Mamahnya menghela nafas. Iel manggut-manggut. “Bentar yah aku ngambil obat dulu.”pamitnya, Via langsung berlari ke kamar untuk mengambil obat penahan rasa sakitnya dari penyakit biadab itu.
“Yuk Yel berangkat.”ajak Via setelah mengambil obat.
“Tante kita pergi yah.”ucap Iel, mamah Via mengangguk tersenyum. Via mencium pipi sang Mamah lalu mengikuti Iel menuju mobilnya.
Akhirnya mereka pun sampai di café. Mereka pun memesan makanan dan memakannya. Tak ada percakapan yang terjadi disini. Iel seperti terkagum-kagum dengan penampilan Via yang sangat simple tapi membuatnya terlihat lebih cantik dan kalem.
“Vi kamu cantik banget.”puji Iel setelah mereka baru saja meletakkan sendok dan garpu, selesai makan.
Via mengangkat wajah lalu tersenyum, “kemana aja? Baru tau yah aku cantik?”ujarnya PD sembari terkekeh. Iel melengos.
“Aku puji bukannya bilang makasih.”jawabnya sembari pura-pura marah.
“Iya iya makasih yah Iel, kamu juga ganteng kok hari ini.”ucap Via geli.
“Nah gitu dong.”ucapnya lalu tersenyum kepada Via.
“Ye muji aku taunya pengen dipuji balik. Wuuu payah.”ledek Via sembari tertawa. Iel manyun.
“Ye gak gitu juga kali.”sanggah Iel lalu mengedarkan pandang ke seluruh penjuru café. “bentar yah.”pamitnya lalu beranjak pergi menuju panggung didalam café itu. Via heran melihat apa yang akan dilakukan pacarnya itu. Iel terlihat sedang berbisik dengan pemain band di café itu lalu dia duduk sembari memangku sebuh gitar. Diahadapkannya sebuah microfone ke arah mulutnya.
“Sore semua.”ujanya sopan, semua pengunjung café berkoor ’sore’. Lalu ia melemparkan senyuman. “Disini saya mau menyanyikan sebuah lagu untuk pacar saya yang paling saya sayangi.”lajutnya lalu menatap Via yang tengah duduk sendiri di ujung café. Wajah Via terlihat merah padam, lalu ia tersenyum pada Iel, “yaitu Sivia.”lanjutnya.
Dialunkannya sebuah nada dari gitar itu. Dengan intro yang cukup indah dan disusul dengan lagu yang cukup membuat semua orang menggoyangkan kaki.
Bersamamu adalah anugrah bagiku
Aku hanya ingin kau bahagia
Sudah cukup bagiku
Tuk mengerti dirimu selalu ku harap kau bisa mengerti aku
Ingin selalu denganmu warnai hidupku untuk selamanya
Dirimu yang aku cinta dirimu yang aku sayang
Berikan aku tulus cintamu
Cintaku takkan pernah hilang
Janjiku setia padamu
Kau selalu dalam hidupku
Sudah cukup bagiku
Tuk mengerti dirimu selalu ku harap kau bisa mengerti aku
Ingin selalu denganmu warnai hidupku ku ingin slamanya bersamamu
Dirimu yang aku cinta dirimu yang aku sayang
Berikan aku tulus cintamu
Cintaku takkan pernah hilang
Janjiku setia padamu
Kau selalu dalam hidupku
(sevensoul - bersamamu )
Bukan alunan lagu mellow yang romantis, cukup sebuah lagu yang membuat semua orang yang mendengar menikmati iringan nada dan suara si penyanyi itu. Semua orang bertepuk tangan setelah Iel menutup lagu itu. Dia membungkuk mengucap terimakasih. Via hanya bisa tertawa kecil melihat tingkah pola kekasihnya itu.
“Keren.”komentar Via setelah Iel sudah duduk kembali di hadapannya.
“Kamu suka kan?”Tanya Iel, Via mengangguk dengan senyuman hangatnya. Ia menatap matanya lekat-lekat seolah berbicara , ‘makasih Vi, demi kamu apa sih yang ngga’. Setelah itu mereka langsung pulang. Tentunya Iel mengantar Via kerumahnya.
“Makasih banyak yah Yel buat hari ini.”ujar Via saat Iel baru saja memberhentikan mobilnya di depan rumah Via.
Iel menoleh dan tersenyum.”Sama-sama yah Vi. Aku sayang banget sama kamu.”ujarnya tulus.
Via mengangguk, “Aku juga sayang sama kamu.”balasnya,’maaf Yel aku belum sayang banget sama kamu.’ , “aku turun yah, kamu gak mampir?”lanjutnya.
Iel menggeleng, “Engga ah, salam buat Mamah kamu, istirahat jangan kecapekan.”pesan Iel. Via mengangguk lalu turun dari mobil. Iel pun segera melajukan mobilnya.

No comments:

Post a Comment