Thursday, May 27, 2010

Diary Sivia season 1

Pemakaman telah usai. Liang lahat tempat peristirahatan terakhir ‘sang jenazah’ sudah dipenuhi oleh taburan bunga para pelayat. Di samping nisan tinggal ada 3 anak manusia yang masih belum rela kehilangan si saudara, kerabat, dan sahabatnya itu. Mereka bertanya pada Tuhan mengapa sisa waktu yang Ia berikan pada teman mereka hanya sampai kemarin? Kenapa tak bisa lebih lama? Mengapa harus teman mereka? Mengapa harus dengan cara seperti ini? Ketiga anak manusia itu terus bertanya-tanya dalam hati apa gerangan yang mmbuat Tuhan menyusun rencana seperti ini. Kini seorang wanita beserta seorang pria telah meredakan tangisnya. Mereka mencoba lebih kuat dan menerima semuanya. Toh ‘sang jenazah’ akan lebih tenang jika mereka yang ada di dunia melepas kepergiannya. Tetapi salah satu dari ketiga anak manusia itu tetap menangis dan enggan meninggalkan tempat itu. Dengan berat hati ia menuruti teman-temannya yang meminta dia agar pulang kerumah ‘sang jenazah’.
“Nak Alvin, baju kamu kotor, lebih baik pulang dulu. Kamu juga Iel sama Ify, makasih udah ngebantuin dari tadi. Tante masih belum sadar dari tadi.”ucap si Ayah ‘sang jenazah’ panjang lebar ketika mendapati ketiga anak manusia itu baru memasuki rumahnya.
“Kami boleh ke kamar Via gak Om?”pinta Alvin, dialah salah seorang manusia tadi yang tak hentinya menangis. Ify dan Iel memandang Alvin dengan heran.
“Boleh kok silahkan. Om juga ngerti kalian belum bisa nerima kepergian Via gitu aja.”jawab sang Bapak itu bijak walau dia sendiri masih menyembunyikan kegalauan hatinya.
“Terimakasih Om.”ucap Alvin sambil tersenyum lalu beranjak menuju kamar Via diikuti Ify dan Iel. Mereka membuka kenop pintu kamar Via dengan hati-hati. Tak mau mereka membuat barang-barang peninggalan Via ternodai sedikit pun apalagi rusak. Mereka masuk ke kamar Via. Masih tercium aroma tubuh Via yang biasanya mereka temui setiap hari. Dilihatnya dinding-dinding kamar Via yang penuh dengan foto-fotonya dengan lajunya usia. Tak ketinggalan foto mereka berempat. Semakin menyakitkan mendapati pemandangan seperti itu. Masih terukir jelas dalam benak mereka bagaimana seulas senyum Via, bagaimana susunan rapih giginya, bagaimana jentikkan jarinya, bagaimana uraian rambut indahnya, bagaimana sura yang menenangkan itu. Alvin tak lagi bisa menahan tangisnya. Tanpa isakkan, air matanya mengalir begitu saja padahal ia masih bediri di ambang pintu kamar Via. Ia masih memandangi semua penjuru kamar Via.
“Sorry yah gue cengeng banget. Mafin yah Fy udah nyuekin kamu, maafin yah Yel gue gini banget sama cewek lo.”ucap Alvin akhirnya sambil mendelik kearah Iel yang sepertinya sedikit janggal dengan tangisan Alvin itu. Memang Alvin dan Via bersahabat semenjak mereka masih dalam kandungan, tapi apa seberlebihan inikah? Iel saja yang kekasihnya tak selebih ini.
“Gak apa-apa kok Vin, gue ngerti. Lo kenal Via lebih lama dibanding kita.”jawab Iel mulai mengerti alasan Alvin. Mereka berdua tersenyum dan melangkahkan kaki untuk duduk diranjang Via.
Terlihat Ify sedang memeluki boneka-boneka Via yang biasa Via pakai untuk dipeluk. Ia mencoba merasakan kehangatan tubuh Via yang tertinggal dalam boneka itu dan aroma Via yang mungkin juga tertinggal. Bulir air matanya kini menghiasi pipinya. Iel memandangi foto-foto Via yang terpajang diseluruh penjuru ruangan. Ia tersenyum miris melihat senyuman Via yang begitu berbeda. Ia pun sama, air mata mengalir di pipinya. Alvin, Alvin kini merangkak ke meja belajar Via. Disitu ada tas, buku-buku, novel yang bisa digunakan oleh Via. Alvin tersenyum melihat barang-barang itu. Biasanya disini jika Via meminta Alvin memintanya memberi penjelasan jika diberi PR. Ia membuka laci Via , ingin tahu lebih dalam apa yang Via biasa taruh selama ini yang Alvin tak tahu. Di dapatinya diary berwarna ungu muda dengan hiasan pita disampul depan diary. Dengan ragu, Alvin meraih Diary itu. Hatinya menimang-nimang apakah pantas ia membaca suatu rahasia terbesar seorang manuisa? Lancangkah dia melakukan hal ini? Ia melihat kedua temannya yang lain. Mereka masih dalam keadaan menyedihkan. Mereka masih mengenang ‘sang jenazah’. Alvin tak kuat berada dalam ruangan itu. Akhirnya dengan pasti ia mengambil diary itu.
“Fy, Yel gue balik duluan yah.”pamit Alvin.”Yel nanti anterin Ify balik yah,”Fy, kamu pulang sama Iel yah?”lanjutnya sambil mengalihkan pandang dari Iel menuju Ify. Keduanya mengangguk. Alvin pun keluar dan langsung menuju rumahnya yang notabene sebelah rumah Via tanpa berpamitan. Ia menghempaskan tubuhnya diranjang. Omanya yang melihat mata Alvin yang sebegitu memilukan mengurungkan niatnya untuk bertanya. Ia memahami isi hati Alvin, sesungguhnya ia juga merasa kehilangan yang sangat mendalam atas kepergian gadis manis itu.
Alvin menghempaskan tubuhnya di kasur. Tak sempat ia mengganti pakaiannya, matanya mulai berekasi untuk mengeluarkan air mata yang sedari tadi dia tanam kuat-kuat tapi gagal. Ia masih mengenggam diary Via. Sesekali dia melirik itu sambil bertanya-tanya ‘buka jangan buka jangan?’ . dengan lemas ia membangkitkan posisinya yang semula tidur kini menjadi duduk dengan menyandar ke tembok dengan topangan bantal. Ia bertekad untuk membaca diary itu. Baru saja ia buka diary itu sepucuk surat terjatuh.

Buat siapapun yang ngeliat ini buku. Boleh baca kok. Toh nanti gue udah gak ada. Tapi jangan ketawa yah ^^v .

Alvin tersenyum perih. Seperti Via mengetahui isi hatinya lalu ia melemparkan surat dari atas sana. Ia membuka diary itu dan membaca dengan seksama.

14 February 2009.

Diary baru nih diary baru. Pertama kalinya aku punya diary nih. Eh kenalin, aku Sivia Azizah. Panggil aku Via. Oke? Hem namanya diary tempat kita cerita dong? Kamu itu kado dari Ify. Hari ini hari ulang tahun aku. Gak ada yang special sih, tapi cukup mengesankan. Semua orang yang aku sayang dateng. Kita cuma makan-makan disuatu café sederhana. Aku bahagia karena aku sama orang-orang yang aku sayang. Ada Ify, Alvin dan Iel. Yaiyalah aku seneng kayak aku masih punya banyak waktu buat berlama-lama sama mereka? Aku kan gak boleh menyepelekan momen apapun kalau lagi sama mereka. Ify ngasih kamu ke aku. Alvin ngasih jam tangan, lucu deh warnanya coklat. Kalau Iel ngasih shall gitu warna abu. Maniiiiis banget. Oh iya, aku sama Alvin itu sahabatan dari orok, moto persahabatan kita itu ‘berat sama dipikul ringan sama dijinjing’. Eh itu pribahasa yah? Bodo amat haha yang pasti artinya kita harus selalu berbagi dan selalu ada kalau sama-sama lagi butuh. Kalau aku Iel dan Alvin juga sahabatan, moto persahabatan kita, ‘hadapi dunia dengan senyuman.’ Jadi apapun yang terjadi kita harus selalu tersenyum biarpun hati kita menangis hehe. Kalau kita berempat, tepatnya di tambah ify sih gak ada hehe. Segini dulu yah? Aku bingung nih mau nulis apalagi. Bye ^-^.

Alvin tersenyum membaca diary itu. Itu tepat 6 bulan yang lalu Via tulis. Dia membuka lagi lembaran berikutnya.

16 February 2009.

Hey! Maaf aku gak rajin nulis ginian, maklum sibuk *gayaaaa* . hem hem tadi Alvin cerita kalau dia suka sama Ify. Ckckckckckc gak nyangka Alvin suka sama Ify. Padahal kan aku sama Alvin baru kenal Ify 2 minggu yang lalu. Emang sih kita langsung deket, tapi secepet itu Vin? Gaya lo deh udah suka-sukaan. Ify tuh jadi gini Dy, dia anak baru dikelas aku, Alvin, sama Iel. Dia pindahan dari bandung. Begitu masuk dia duduk disebelah aku. Jadi langsung deket deh sama aku. Terus aku kenalin sama Alvin yang sahabat aku dari orok. Juga Iel yang sahabat aku semenjak aku masuk SMA ini. Tapi kenapa yah aku sedikit sedih waktu dia bilang kalau dia suka sama Ify? Aku cemburu? Masa sih? Ngga kali. Mungkin aku takut Alvin nantinya jadi kurang perhatian sama aku. Jangan bilang siapa-siapa tapi yah. Ini rahasia. Oke? Udahan yah dadah diarykuuuuuuuuu!

Alvin lagi-lagi tersenyum. Ia mengingat ketika ia bercerita pada Sivia kala itu.

***
“Viaaaaaaaaaa.”teriak Alvin dari depan rumah Via. Ini memang kebiasaan mereka kalau mau main pasti manggil-manggil nama dari luar pagar. Tak lama Via keluar dengan wajah sehabis bangun tidur.
“Lo mau nyiksa gue Vin? Hari minggu nih ah.”keluh Via sambil berteriak di depan pintu rumahnya sembari ngucek-ngucek mata.
“Buruan cuci muka, ganti baju kita jogging.”ajak Alvin. Via cuma melengo.
“Ada angin apa lo ngajak gue jogging? Biasanya lo lebih kebo dari gue.”jawab Via sambil menghampiri Alvin yang masih berdiri di depan pagarnya.
“Udah buruan.”suruh Alvin.
“Iya iya. Lo masuk dulu aja.”ucap Via setelah membukakan gembok rumahnya. Alvin mengikuti Via masuk ke dalam rumah Via. Via langsung ke kamarnya untuk mengganti baju dan sikat gigi. Tak lama ia sudah siap dan segera menghampiri Alvin.
“Yuk.”ajak Via.
Mereka pun akhirnya berkeliling komplek. Bukan lari, cuma jalan-jalan aja. Sepanjang jalan mereka hanya berdiam-diaman. Tanpa terasa mereka sudah kali ketiga mengelilingi komplek.
“Duduk yuk Vi.”ajak Alvin yang sudah melihat peluh diwajah Via. Via pun mengangguk. Mereka duduk dibangku taman.
“Nih minum.”tawar Alvin sambil menyodorkan sebotol air mineral yang baru saja ia beli. Via menerima sebotol air itu.
“Hem Vi sebenernya ada tujuannya gue ngajak lo jogging.”ucap Alvin akhirnya jujur. Via tersenyum licik.
“Sudah gue duga Vin.”jawab Via sambil memainkan alisnya. “Ada apa?”
“Gue suka sama cewek Vi.”ujar Alvin malu-malu. Seketika pipinya memerah. Via langsung ketawa ngeliat perubahan rona pipi Alvin.
“Terimakasih ya Allah akhirnya sahabat ku yang satu ini normal.”celetuk Via seperti habis berdoa. Alvin meringis.
“Gue serius Vi.” Kata Alvin memandang Via serius.
“Iya iya oke. Siapa ceweknya? Jangan-jangan gue? Wah jangan! Kita kan sahabatan jangan. Hem siapa dong?”Via ngomong tanpa jeda sambil memegang dagunya bak memikirkan suatu penemuan. Alvin cumin geleng-geleng kepala.
“Gak mungkin deh gue suka sama cewek macem lo.”ledek Alvin sambil tersenyum jijik. Via langsung manyun.”Bercanda Via bercanda.”lanjutnya sambil menoel dagu Via.
“Terus siapa ceweknya?”Tanya Via yang udah penasaran.
“Ify.”jawab Alvin akhirnya. Entah apa yang terjadi pada Via, hatinya miris mendengar itu. Entah cemburu sebagai sahabat ataukah sebagai orang yang mencintai? Tetapi yang jelas perasaan Via seperti menolak kenyataan itu.
“Vi? Halo?”ujar Alvin sambil memainkan jarinya di depan wajah Via.
“Hah iya iya Vin.”jawab Via sambil mengumpulkan pikirannya.”Lo suka sama Ify? Deketin dong.”lanjutnya tanpa ekspresi.
Alvin heran dengan perubahan wajah Via, “lo kenapa Vi? Gak seneng?”
Via mencoba merubah mimik mukanya, “Kok gak seneng sih? Sahabat seneng gue harus seneng dong . iyakan?”
Alvin mencoba menghilangkan keganjalannya, “terus gue mesti gimana nih Vi biar Ify suka sama gue?”
“Lo jemput aja tiap hari, sms an sama dia, kasih dia perhatian lebih. Gitu deh.”nasihat Via. Sejujurnya hati Via sakit ketika mengatakan ini. Tapi demi sahabat?
“Oke oke. Kita balik yuk.”ajak Alvin akhirnya sambil menarik tangan Via.
“Gue cemburu Vin gue gak tau kenapa.”batin Via meringis. Ada sesuatu yang membuatnya tak bisa ikut senang ketika sang sahabat itu senang.

***

Tak terasa air mata sudah mulai menetes. Ia melanjutkan membuka diary itu.

21 February 2009.

Lama gak nulis. Maaf yah. Gini dy, maaf aku baru cerita. Yang tau cuma kamu, mamah, papah, si Mbo, sama Mas udin doang loh. Aku akhir-akhir ini sebuk check up (yang selalu aku lakuin tiap bulan). Ya ya ya, aku sakit dy. Ha! Ha! Ha! Aku sakit kanker, kanker otak tepatnya. Udah stadium 3. dokter memprediksi kurang lebih umur aku satu taun lagi. Aku udah tau ini dari lama kok. Ngga aku ngga sedih. Ngapain sedih toh gak ngilangin penyakit aku? Bukannya malah aku harus berjuang ngelawan penyakit aku? Aku gak mau khemo dan gak akan khemo. Nanti kalau aku botak gimana? Ennga deh makasih. Tadi aku check up gara-gara aku pingsan disekolah dikarenakan aku sama iel dihukum gara-gara kita malah main basket pas lagi jam kosong. Jadi deh aku tepar. Eh betewe, genjatan Avin mau pdkt sama Ify sukses tuh. Tapi lagi-lagi hati aku miris nih, gak rela gitu. Ah apaan sih Via ini? Ikutan seneng dong Vi! Udahan yah maaf kalau aku gak selalu nulis tiap hari.


Alvin tak sadar air matanya telah membasahi setengah halaman diary ini, ‘kenapa lo gak bilang dari awal sih Via mengenai ini?’ Alvin menangis. Menangisi keadaan Via. Ia tak bisa membayangkan sahabatnya itu menahan sakit yang luar biasa.
***
1 tahun yang lalu…

“Dok gimana hasil check up Via?”Tanya Mamah Via saat mereka sudah berada di ruangan Dokter Danu.
“Aku cuma kurang darah aja kan Dok?”Tanya Via memastikan sambil tersenyum. Dokter Danu tersenyum pahit melihat senyum Via yang begitu indah.
“Ini hasil lab yang baru keluar. Dan ibu bisa baca sendiri.”ucap Dokter Danu sembari menyodorkan secarik amplop besar.
“Aku duluan ya Mah yang baca.”pinta Via seteah merebut amplop itu dari genggaman Dokter Danu. Mamah Via mengangguk. Via membaca berulang kali isi amplop itu. Air matanya mengaliri pipinya. Mamahnya yang heran dengan reaksi Via langsung mengambil dan membaca amplop itu.
“Umur aku berapa lama lagi dok?”Tanya Via miris. Dokter itu tak tega menatap gadis yang sekarang menangis dihadapannya.
“Perkiraan medis umur kamu 1 tahun lagi, tapi kalau khemo umur kamu bisa lebih lama. Tapi ya tetap Tuhan yang menentukannya.”jelas Dokter Danu. Mamah Via pun menangis dengan terisak.
“Kamu khemo yah Vi?”tawar Mamahnya.
“Ngga ah Mah. Nanti Via jadi jelek.”jawab Via sembari tersenyum padahal air matanya terus mengalir. “Umur Via udah ada yang ngatur kok. Mamah tenang aja.”
Mamahnya tambah menangis. Dokter Danu tak tega melihat adegan sebuah keluarga ini, “Ibu bisa memberi Via dorongan yang kuat yang membuat kepercayaan Via akan sembuh bangkit. Percaya.”
“Terimakasih Dok.”jawab Mamahnya.

***


Dengan enggan ia melanjutkan membuka diary itu.

2 Maret 2009.

Dy,,,, Alvin jadian sama Ify :’( . eh ko nangis? Harusnya :) . tapi gak tau nih aku pengen nangis pas tau dia jadian. Sesi penembakan bisa dibilang standar sih. Tadi pas balik sekolah Alvin langsung nyegat Ify dan langsung ngomong gitu aja. Aku sama iel cuma cengengesan disitu ngeliat muka mereka berdua kayak kepiting rebus. Tapi kita langsung loncat pas Ify ngangguk. Walau seneng gak tau kenapa perasaan aku sedikit ngeganjel. Kenapa yah? Bukannya kalau sahabat seneng kita harus ikutan seneng. Semoga perasaan yang dulu aku kira bakalan tumbuh gak akan tumbuh. Jangan Via jangan! Aku berharap semoga mereka langgeng dan mulus. Amiiiin :D . udahan yah. Bye XD .

***

Via bersama Ify berjalan menuju gerbang sekolah untuk segera pulang. Ia tidak bersama Iel dan Alvin karena mereka sibuk degan OSIS. Tiba-iba saat mereka berjalan Alvin mencegat mereka.
“Ify.”ucap Alvin setelah berdiri di hadapan Via dan Ify. Via langsung nyenggol-nyenggol tangan Ify gajelas. Ify menatap Via dan Alvin bingung.
“Gue kesana dulu yah.”ujar Via meninggalkan mereka. Mengerti. Ia menghampiri Iel yang bersembunyi di balik pepohonan.
“Ada apa Vin?”Tanya Ify akhirnya walaupun hatinya ketar-ketir.
Alvin masih menunduk mengumpulkan semua tenaganya. Akhirnya ia menatap Ify tajam dan berkata, “Lo mau gak adi cewek gue?”tanyanya langsung. Via sama Iel yang ngedenger itu cuma cengengesan. Padahal hati Via sedikit gak nerima kenyataan ini. Ify langsung nunduk menghindari rona wajahnya yang benar-benar merah padam. “Fy?”lanjut Alvin.
“Eh iya Vin”jawab Ify gelagapan.
“Gimana?”Tanya Alvin lagi. Seperti menunggu sebuah kepastian yang teramat menyangkut nyawa. Seketika Ify mengangkuk pasti walau dia malu setengah mati.”serius Fy?”Tanya Alvin memastikan apa yang ia lihat tak salah.
“Iya Vin, gue mau.”jawab Ify malu-malu. Tiba-tiba Iel dan Via keluar dari tempat persembunyian.
“Ciheeeeeeeeeee. Pj dong.”celetuk Iel yang sekarang berdiri disamping Alvin. Ify cuma nunduk malu-malu sedangkan Alvin menggaruk kepalanya yang tak gatal. Via menahan tangisnya. Ia terlalu bodoh untuk menangis disaat seperti ini. Ia tak kuat akhirnya dia berpamitan pulang.
“Gue balik duluan yah.”pamit Via buru-buru langsung ke arah mobilnya diparkiran. Sesampai di mobil ia langsung melajukan mobilnya dengan pelan sambil menikmati alunan musik yang sangat serasi dengan hatinya

Dulu ku tak pernah percaya kan cinta yang tak harus memiliki
Pernah ku paksakan walau tak sejalan
Meski ku tahu ku salah
Dan ku coba tuk melupakanmu
Karena ku tahu kau bukan milikku
Dan ku berhenti berharap akan cintamu yang dulu ada dihati
Dan ku coba tuk bertahan
Walau berat kini ku berhenti berharap
Kini ku akui hatiku tak bisa selalu miliki dirimu
Pernah ku paksakan walau tak sejalan
Meski ku tahu ku salah
Dan ku coba tuk melupakanmu
Karena ku tahu kau bukan milikku
Dan ku berhenti berharap akan cintamu yang dulu ada dihati
Dan ku coba tuk bertahan
Walau berat kini ku berhenti berharap

Dia mengehentikan mobilnya disebuah taman yang biasa ia kunjungi bersama Alvin. Taman yang menjadi saksi bisu bagaimana persahabatannya dengan Alvin. Taman yang menjadi tempat ketika mereka sedang meluapkan emosinya. Dan Taman yang letaknya depan rumah Iel sekarang.
“Gue bukan sahabat yang baik buat lo Vin. Gue gak pantes jadi sahabat lo! Gue malah gak suka disaat lo udah nemuin putri lo! Gue malah cemburu ngeliat lo seneng-seneng sama cewek lain. Ini apa? Gue sayang sama lo? Bukannya sayang itu harus rela merelakan kalau orang itu bahagia walau bukan sama kita? Kita cuma sahabatan kan Vin? Perasaan kita sayang hanya sebatas sahabat kan? Tapi sorry Vin, perasaan gue melewati batas itu. Perasaan yang tanpa gue ketahui kapan melewatnya. Perasaan yang gue sendiri gak bisa ngontrolnya karena itu bukan milik gue. Perasaan itu milik sesorang yang amat gue sayang yang ngebuat perasaan itu bisa terkendali. Maaf Vin sekali lagi gue kayak gini. Tapi lo tenang aja, gue bakalan berusaha semampu gue buat bahagia kalau lo bahagia.” Via mengelap air mata itu. Lalu mencoba tersenyum dan langsung bangkit meninggalkan taman dan bergerak menuju rumahnya.

***

14 Maret 2009.

Aku mulai gak kuat ngehadepin penyakit aku ini. Aku capek Dy, aku capek harus ngerasain kayak gini. Kenapa harus aku ya Allah? Kenapa harus aku yang mendapat cobaan dari Engkau yang begitu sakit ini? Bukan hanya sakit yang mendera membuatku tersiksa, tapi kenyataan kalau aku gak akan lama lagi disini. Mungkin nanti kamu gak akan kamu tulisin lagi. Udah yah Via cantik gak boleh mikir kayak gitu. Nanti Allah marah loh. Terima dengan ikhlas semua cobaannya pasti semua bakalan terasa lebih mudah. Keep smiling :) .


***

20 Maret 2009.

Aku gak lama-lama kan ninggalin kamu? Aku takut kesempatan buat nulis kamu makin sedikit nih makanya aku rajin nulis walau gak tau nanti gimana. Eh Dy aku gak tau ini perasaan beneran atau ngga tapi jujur aku cemburu waktu ngeliat Alvin sama Ify gandengan tangan. Aku pengen aku yang digandeng sama Alvin. Gandengan tangan itu bakalan terasa berbeda kalau ditunjukkan buat orang terkasih. Alvin palingan cuma pernah ngerangkul aku aja. Itupun dia sering banget kayak gitu. Kayak ke Nova, Agni, Oik, Shilla, temen-temen sekelas kita deh. Dia emang cuek sama cewek. Santai aja gak masalahin semuanya. Jadi aku ngerasa aku pengen jadi sosok yang lebih special dihati Alvin. Kok gini sih? Entahlah, aku juga bingung sama hati aku.

***

Via sedang istirahat di perpusakaan. Gak tau kenapa dia lagi males buat ke kantin. Padahal dikantin ada ketiga sahabatnya. Dia lebih memilih buat baca buku di perpus padahal buku yang dia baca novel. Karena sedikit jenuh juga di perpus, akhirnya Via mutusin buat ke kantin. Posisi kantin yang emang bertolak belakan sama perpus, bikin orang harus muter-muter dulu. Saat menuju kantin, terlihat Alvin dan Ify yang sedang bergandengan tangan, mereka berjalan seperti akan kelapangan. Kini Via berdiri mematung melihat genggaman tangan Alvin dari belakang. Dia hanya melihat punggung dan genggaman sepasang kekasih itu. Dia berlari kembali ke perpus. Hatinya panas ketika melihat genggaman itu. Dia menangis disudut ruangan yang jarang ditempati pengunjung.
“Kok gue gini sih? Gue cemburu? Kenapa? Toh mereka kan pacaran Vi! Lo gak berhak kayak giini!”batin Via. Air mata perlahan jatuh membasahi pipinya, “kapan gue bisa merasakan gengaman itu? Gengaman hangat kepada seseorang yang special dari Alvin?” tak lama bell masuk membuyarkan lamunannya. Dengan tergesa ia balik ke kelasnya dengan keadaan mata yang sedikit merah sehabis menangis. Ify yang sudah duduk dibangku sebelah Via menatap Via heran.
“Lo kenapa Vi?”Tanya Ify, Via hanya menggelengkan kepala. “belum mau cerita mungkin.’ Batin Ify.
“Eh Fy, gue dikasih gantungan gantungan kuci loh sama Alvin, bentuknya penguin, lucu deh! Alvin tau aja gue suka banget sama pinguin.”cerita Ify sambil memamerkan gantungan kunci itu. Via tersenyum, dia mencoba tak ada kesan yang dipaksakan.
“Lucu banget Fy, ih Alvin baik banget yah jadi cowok, beruntung deh lo jadi ceweknya.”komentar Via sambil memandangi gantungan kunci itu sambil tersenyum, ‘gue gak masalahin ini, yang gue masalahin yang tadi pas isitirahat.’

***

Alvin tersenyum miris, “lo suka sama gue Vi?”tanyanya lirih dengan keadaan air mata yang sudah menggenang di pelupuk matanya, sekali saja ia berkedip air mata itu akan membasahi diary Via.

28 Maret 2009.

Lumayan lama yah gak nulis? Biasalah aku sibuk dengan ‘penyakit’ku yang biadab ini. Lagian kalau ketemu kamu pasti bawannya melankolis. Maunya curhat muluuuuu. Yaiyalah, itukan fungsinya diary. Tapi aku juga kan gak mau kalau ceritanya sedih mulu. Aku mau cerita nih, entah aku aja yang ngerasa entah emang nyata. Aku ngerasa kok Iel main perhatian yah sama aku? Dia udah seminggu ini nganter jemput aku. Udah gitu kalau di sms pasti nanya , ‘udah makan belum vi?’ berasa anak kecil diperhatiin gitu. Eh bentar, tapi waktu Alvin ngedeketin Ify juga gini. Waduh aku GR nih. Jangan-jangan Iel ngedeketin aku? Yah Yel, aku kan sayangnya sama Alvin, gimana dong Dy? Kan kasian Iel. Entahlah, yang pasti aku pengen ngehapus semua perasaan aku sama Alvin. Kalau emang beneran Iel suka sama aku, yah mungkin nanti aku juga bakalan nyoba buat suka sama dia. Dan Alhamdulillah banget kalau nantinya perasaan aku ke Alvin ilang

***

Hari ini Via gak bawa mobil karena mobilnya lagi dibengkel. Niatnya mau nebeng ke Alvin, tapi Alvin nganterin Ify dulu. Jadi males aja kalau nanti dia malah jadi kambing congek di mobil Alvin ngeliatin dia sama Ify pacaran. Via diam di halte, nungguin bis. Padahal dia gak tau harus naik bis yang mana buat balik ke rumahnya.
“Naik Vi.”ucap si pengendara motor yang sekarang sudah berada di hadapan Via.
“Ngga ah Yel gue balik sendiri.”tolak Via halus.
“Gue gak setega itu Vi sama sahabat gue, ayo naik.”paksa Iel. Akhirnya Via langsung naik ke ninja hijau Iel itu. Dijalan mereka hanya diam-diaman.
“Thanks Yel.”ucap Via setelah sampai di depan rumahnya.
“Sama-sama. Mobil lo sampe kapan di bengkel?”Tanya Iel yang masih duduk di motornya sedangkan Via berdiri di sampingnya.
“2 minggu gitu Yel, parah banget rusaknya.”jelas Via.
“Yaudah nanti lo gue anter jemput aja.”ujar Iel dengan senyuman, Via mendongak.
“Gak usah Yel ngerepotin aja.”tolak Via.
“Lo nganggep gue sahabat lo gak sih?”ucap Iel bercanda, “pokoknya besok gue jemput yah jam 6.45 lo harus udah siap.”lanjutnya. belum Via menjawab dia sudah melajukan motornya. Via hanya melengos dan segera masuk kamarnya. Dia langsung ganti baju dan menghempaskan tubuhnya di kasur, dan terlelap.
Sekitar jam setengah 5 Via baru bangun, dia langsung ke kamar mandi untuk mandi dan sholat. Setelah itu dia langsung makan dan minum obat. Diraihnya HP yang sedari tadi lupa ia aktifkan. Dia pun mengaktifkan HP nya. Terdapat 5 SMS, smua dari Iel, ‘Alvin udah jarang banget sms gue’, batin Via. Dibacanya sms dari Iel.
From : Iel prikitiw
Viaaaaaa……

From : Iel prikitiw
Jahat banget smsm gua gak lo bales 

From : Iel prikitiw
Vi? Lo masih hidup kan? Bales sms gue.

From : Iel prikitiw
Lo abis pulsa atau gimana? Gue telfon yah?

From : Iel prikitiw
Ah gak bales lagi. Jahatnya gak bales sms gue.

Via cuma nyengir baca smsm dari Iel, dia langsung membalas sms itu kebut.

To : Iel prikitiw
Huuuuuuuuuuu sorry Yel gue baru bangun niwh hwheheheh ada apa sih sms gue? Tumbenan amat? Kangen yah sama gue?

Tak lama Via telah mendapat balasan.

From : Iel prikitiw
Pantes aja! Lo kan kalo udah molor kaya kebo. Wekekekeke. Kalo kangen gimana tuh Vi?

To : Iel prikitiw
Sialan lo :@ hem udah biasa sih yel gue dikangenin.

From : Iel prikitiw
Hehehehe canda Vi canda. Eh tapi beneran deh gue kangen sama lo. Hahahahaha

To : Iel prikitiw
Hueeeeeks! Gue gak suka digombalin Yeeeeeeeeeel huhuhu ada apa lo sms gue?

From : Iel prikitiw
Iya iya gue tauuu biar bikin lo jiji aja hehe. Gak ada apa-apa kk. Udah makan belum Vi? ^^

‘ni anak perhatian amat?’batin Via sambil tiduran di sofa ruang TV nya yang terus-terusan berkutat dengan HP nya.

To : Iel prikitiw
Udah dongggg baru aja beres. Lo? Kenapa? Mau numpang makan? Wgwgwgw

From : Iel prikitiw
Gue juga udah. Idih ngga deeeeeeeeh haha

SMS an mereka pun berlanjut. Semenjak itu Iel jadi lebih perhatian sama Via.

***

Alvin menahan tawa. Tawa keperihan. ‘Via lo kenapa gak pernah curhat sih sama gue? Gue jadi ngerasa bukan sahabat yang baik deh kalau cuma lo yang dengerin gue curhat’ ucapnya sendiri. Ia membalikan lagi halaman diary itu.

7 April 2009.

DY, AKU GAK KUT. SAKIIIIIIIIIIIT :’(. AKU GAK KUAT NANGGUNG PEYAKIT INI SENDIRIAN. TIAP MALEM AKU SUSAH TIDUR KARENA PENYAKIT INI. AKU CAPEK DY :’( . KENAPA HARUS AKU YA ALLAH? APA SALAH AKU? AKU RELA MELAKUKAN APAPUN ASAL PENYAKIT INI HILANG. TOLONG TUHAN AKU GAK MAU PENYAKIT INI TERUS MENERUS MENYIKSAKU, TERLEBIH KENYATAAN AKU HIDUP TAK LAMA LAGI. AKU GAK KUAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAT!

***

“Mah sakiiiiiiiiiiiiiiiit.”rintih Via saat ia dan Mamahnya sedang menuju rumah sakit. Pak Udin, supir mereka sebentar-bentar menengok ke belakang karena tak tega melihat kondisi Via.
“Yang mana sayang yang sakit?”Tanya Mamahnya sambil mengelus rambut Via dengan air mata yang telah berlinang di kelopak matanya.
“Semuanya sakit Mah. Via gak kuat.”ucap Via lagi. Ia menggigit bibir bawahnya dan mengenggam erat tangan ibundanya, berharap rasa sakitnya segera menghilang.
“Tahan yah sayang. Sebentar lgi sampe.”ucap Mamahnya tak tega. Selang beberapa menit akhirnya mereka sampai di rumah sakit. Via segera dibawa ke ICU untuk diperiksa oleh Dokter.
“Gimana dok keadaan Via?”Tanya mamahnya panik setelah dokter keluar dari ruangan.
“Keadaan Via masih sangat lemah. Karena tidak menjalani khemo membuat virus-virus penyakitnya menjalar luas.”jelas si dokter. Mamah Via tambah menangis. Dokter Danu iba melihat Mamah Via, “Ibu yang sabar yah, ibu berdoa saja kepada Tuhan, ibu boleh masuk dan menengok Via.” Mamah Via pun mangangguk dan masuk ke kamar Via. Via terlihat lebih mendingan dari tadi.
“Mah aku mau pulang. Kan udah gak sakit.”pinta Via manja, Ibu Via menggeleng, “Ayolah Mah, umur Via kan gak lama lagi, masa mamah tega sama Via?”lajutnya sambil tersenyum jahil. Mamahnya tambah menangis. “Mamh jangan nangis, Via tambah sakit nih kalau mamah nangis.” Mamah Via pun menghapus air matanya dan tersenyum ke arah Via, demi buah hatinya. “Ya mah ya Via boleh pulang?” Mamah Via tak bisa berkata apa-apa lagi. Tak tega dengan permintaan sang gadinya itu. Ia hanya mengangguk menuruti permintaan anaknya dengan berat hati.
***

Alvin menangis kembali. Ia tak bisa membyangkan wajah cantik Via yang berlesung pipit itu menangis karena penyakitnya.

No comments:

Post a Comment